visit us: www.m.bagimunegeri.com
Dalam ayat ini nabi Yesaya sedang berbicara kepada mereka yang menyebut dirinya beragama. Mereka menyombongkan diri sendiri dengan pemikiran bahwa mereka telah selamat. Tetapi kenyataannya harapan mereka hanyalah nyala api yang mereka nyalakan sendiri, obor-obor api yang mereka pasang sendiri. Sebelum aku membahas lebih lanjut mengenai pertobatan yang sejati dan pertobatan yang palsu, aku ingin menyatakan bahwa pembahasan ini hanya akan berguna bagi anda, bila dengan jujur anda menerapkannya dalam kehidupan anda. Bila anda berharap untuk mendapatkan sesuatu secara menyeluruh dari apa yang hendak aku katakan, maka anda harus mengambil keputusan untuk menerapkannya secara pribadi dengan setia. Bersikaplah jujur seolah-olah anda sedang berdiri di hadapan Tuhan. Bila anda melakukannya, harapanku adalah menolong anda menemukan keadaan anda sebenarnya di hadapan Tuhan. Bila kini anda dalam keadaan tertipu, harapanku adalah mengarahkan anda ke jalan yang benar, yaitu jalan keselamatan. Namun bila anda tidak jujur, pembahasanku tidak akan berguna, dan sia-sia anda membacanya.
Aku ingin memperlihatkan perbedaan antara pertobatan sejati dan palsu dalam urutan sebagai berikut:
I.Memperlihatkan keadaan alami manusia adalah egois, semata-mata hanya mementingkan dirinya.
II.Memperlihatkan bahwa sifat orang Kristen adalah bajik yaitu memilih kebahagiaan orang lain.
III.Menunjukkan bahwa kelahiran baru dalam Kristus tercapai dalam perubahan dari sifat egois menjadi menyukai kesejahteraan sesama.
IV.Menunjukkan orang-orang kudus dan orang-orang berdosa, atau petobat-petobat sejati dan petobat-petobat palsu, mempunyai persamaan dalam beberapa hal dan perbedaan dalam hal-hal yang lain.
V.Menjawab beberapa pertanyaan.
VI.Menyimpulkan dengan disertai beberapa penekanan penting.
I. KEADAAN DAN SIFAT ALAMI MANUSIA SEBELUM PERTOBATAN ADALAH EGOIS MURNI
Mementingkan diri sendiri atau egois adalah usaha menempatkan kebahagiaan diri sendiri di atas segalanya dan mencari kebaikan bagi diri sendiri karena akan menguntungkan bagi dirinya. Orang yang egois menempatkan kebahagiaan dirinya di atas semua hal lain bahkan di atas hal yang lebih mulia seperti kemuliaan Allah dan kesejahteraan umat manusia. Jelas keadaan setiap orang sebelum pertobatan memang demikian. Hampir setiap orang mengetahui bahwa dirinya bergaul dengan sesamanya demi kepentingan dirinya sendiri. Bila seseorang memandang sesamanya dengan tidak egois, maka orang-orang akan menganggap orang yang tidak egois ini sebagai orang yang bodoh.
II. SIFAT ORANG KRISTEN ADALAH BAJIK
Kebajikan adalah menyukai kebahagiaan orang lain, atau lebih suka memilih kebahagiaan orang lain. Inilah sifat Allah. Kepada kita diajarkan bahwa Allah adalah kasih; maksudnya Dia bajik.
Kebajikan adalah keseluruhan sifat-Nya. Semua pernyataan sifat-Nya diungkapkan dalam bentuk yang berbeda namun semuanya berasal dari sifat-Nya yang bajik ini. Setiap pribadi yang bertobat bersifat seperti Allah dalam hal ini. Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa sesorang belumlah bertobat bila belum murni dan sempurna dalam kebajikannya seperti Allah. Walaupun demikian pilihan utama seorang yang bertobat haruslah kebajikan. Dengan tulus ia mengusahakan kebaikan orang lain demi orang itu, dan bukannya karena hal ini akan membuat dirinya sendiri berbahagia pada akhirnya.
Sifat Allah adalah bajik murni, tidak mementingkan diri-Nya sendiri, Ia tidak membahagiakan umat manusia demi kebahagiaan-Nya, tetapi karena Dia suka umat manusia berbahagia. Ia bukan tidak berbahagia ketika memberkati mereka, namun kebahagiaan bagi diri-Nya bukan tujuan-Nya. Orang yang tidak egois mendapatkan kegembiraan ketika ia berbuat baik. Kebajikan sangat bernilai baginya dan ia suka melakukannya, namun semua itu bukan demi memperoleh kebahagiaan bagi dirinya sendiri.
Kebajikan adalah kekudusan. Kekudusan dituntut oleh hukum Allah. "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu... dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Matius 22:37-39). Ketika seorang petobat mentaati hukum Allah, ia bajik seperti Allahnya.
III. PERTOBATAN YANG SEJATI ADALAH PERUBAHAN DARI SIFAT YANG EGOIS MENJADI SIFAT YANG MENYUKAI KESEJAHTERAAN ORANG LAIN.
Pertobatan sejati adalah perubahan dalam tujuan yang sedang anda cari, bukan hanya perubahan cara anda dalam mencapai tujuan itu. Tidaklah benar bahwa orang yang telah bertobat dan orang yang belum bertobat mempunyai tujuan yang sama, dan berbeda hanya dalam cara yang mereka gunakan untuk mencapainya. Hal itu analogi dengan mengatakan bahwa malaikat Jibrail dan Setan sama-sama berusaha demi kebahagiaan diri sendiri, hanya mereka mencapainya dengan cara yang berbeda. Padahal Jibrail taat kepada Allah bukan demi kebahagiaan dirinya.
Seseorang mungkin saja mengubah cara-caranya, namun kebahagiaan diri masih merupakan tujuannya. Ia mungkin tidak percaya Yesus, atau kekekalan, tetapi ia melihat bahwa dengan berbuat kebaikan maka ia akan mendapatkan keuntungan di dunia ini dan meraih bagi dirinya banyak keuntungan temporer.
Misalkan saja orang ini akhirnya benar-benar percaya adanya realitas kekekalan dan menerima agama sebagai cara untuk mendapatkan kebahagiaan dalam kekekalan. Kita tahu bahwa usaha ini sia-sia. Sebab dengan demikian ibadah dan pelayanan orang ini bukanlah untuk mempersembahkan pujian bagi-Nya. Orang ini melayani Allah karena alasan-alasan pribadi.
Petobat sejati menjadikan kemuliaan Allah dan kesejahteraan kerajaan-Nya sebagai tujuan. Ia memilihnya demi kemuliaan Allah, karena ia memandang hal ini lebih baik daripada sekadar demi kebahagiaan pribadinya. Hal ini bukan karena ia tidak peduli terhadap kebahagiaan dirinya, tetapi ia lebih suka kemuliaan Allah karena kemuliaan Allah lebih bik. Ia melihat kebahagiaan setiap pribadi menurut kepentingan mereka (sejauh ia mampu menilai), dan memilih yang terbaik sebagai tujuan tertinggi.
IV.SEKARANG AKU INGIN MEMPERLIHATKAN BEBERAPA HAL DALAM KEHIDUPAN ORANG-ORANG KUDUS SEJATI DAN ORANG-ORANG TERTIPU, MUNGKIN MEREKA MEMPUNYAI PERSAMAAN, NAMUN DALAM BEBERAPA HAL MEREKA BERBEDA.
1.Mereka mungkin sama-sama setuju dalam menjalani kehidupan moral yang ketat. Perbedaannya terletak pada motif mereka. Orang kudus sejati menjalankan kehidupan moral yang ketat karena ia mencintai kekudusan, sedangkan orang yang tertipu menjalaninya karena pertimbangan-pertimbangan demi kepentingan diri. Ia menggunakan moral sebagai cara yang akhirnya bertujuan untuk meraih kebahagiaan dirinya.
2.Mereka mungkin sama-sama suka berdoa, khususnya bila dilihat secara lahiriah. Perbedaannya terletak pada motif mereka. Orang kudus sejati mencintai doa, sedangkan orang yang tertipu berdoa karena ia mengharapkan untuk mendapatkan sesuatu dari doa. Orang kudus sejati mengharapkan sesuatu dari doa, tetapi hal ini bukan motif utamanya. Petobat palsu berdoa tanpa motif apapun selain bagi kepentingan pribadinya.
3.Mereka mungkin sama-sama bersemangat dalam agama. Petobat sejati memiliki semangat yang besar karena semangatnya berdasarkan pengetahuan dan kerinduannya yang tulus untuk melayani Tuhan demi Dia. Petobat palsu mungkin memperlihatkan semangat yang sama besar, tetapi semuanya itu agar ia lebih yakin akan keselamatannya; dan karena ia takut ke neraka bila ia tidak bekerja bagi Tuhan. Mungkin ia melayani Allah untuk menenteramkan hati nuraninya, bukan karena ia sungguh-sungguh mengasihi Allah.
4.Mereka mungkin sama-sama menyukai hukum Allah; orang kudus sejati suka karena hukum-hukum Allah luar biasa, kudus, adil dan indah, petobat palsu menyukainya karena ia berpikir bahwa hukum-hukum Allah akan membuatnya bahagia kalau ia menyukainya.
5.Mereka mungkin sama-sama setuju terhadap penghukuman; orang percaya sejati setuju dan menerapkannya terhadap diri sendiri karena ia sadar bahwa Allah adil bila Ia membuang dirinya ke neraka. orang tertipu menghormatinya karena ia berpikir hukum-hukum Allah benar. Tetapi ia juga berpikir bahwa dirinya aman dari bahaya neraka.
6.Mereka mungkin sama-sama menyangkal diri dalam banyak hal. Penyangkalan diri tidak terbatas hanya pada orang-orang kudus sejati. Perhatikan penyangkalan diri para peziarah yang pergi berziarah ke tempat-tempat suci mereka. Perhatikan pula disiplin dan penyangkalan diri orang yang tersesat dalam berbagai pemujaan dan agama timur. Orang-orang kudus sejati menyangkal diri demi melakukan hal-hal yang lebih baik bagi orang lain. Ia tidak melakukannya untuk mendapatkan penghargaan diri atau kepentingan pribadi. Orang-orang tertipu mungkin melakukan penyangkalan diri dalam taraf yang sama, tapi semuanya hanya berasal dari motif mementingkan diri sendiri.
7.Mereka mungkin sama-sama rela mengalami penderitaan sebagai martir. Bacalah kehidupan para martir dan anda akan menemukan kenyataan bahwa beberapa dari mereka rela menderita karena gagasan yang salah yaitu mengharapkan pahala sebagai martir. Banyak yang bergegas menuju kehancuran karena mereka yakin bahwa ini adalah jalan yang pasti menuju kehidupan kekal.
8. Mereka mungkin sama-sama menghormati kebenaran; petobat sejati karena ia mencintai apa yang benar; dan petobat palsu mencintainya karena ia tahu bahwa ia tidak akan selamat bila ita tidak berbuat benar. Ia mungkin jujur dalam bisnisnya, tetapi bila ia tidak memiliki motif yang lebih tinggi, maka ia tidak memiliki pahala apapun dari Allah.
9.Mereka mungkin sama-sama memiliki kerinduan-kerinduan ini:
Mereka mungkin sama-sama setuju dalam kerinduan untuk menjadi orang-orang yang berguna; petobat sejati merindukannya demi kegunaan itu, sedangkan orang yang tertipu karena ia tahu bahwa begitulah caranya mendapatkan perkenan dari Allah.
Mereka mungkin sama-sama merindukan pertobatan jiwa-jiwa; petobat sejati merindukannya karena hal ini memuliakan Allah, sedangkan bagi orang-orang yang tertipu karena ia ingin agar Allah suka kepada dirinya. Ia dimotivasi ketika ia memberikan uangnya. Setiap orang tahu bahwa seseorang dapat memberikan uangnya ke suatu lembaga Alkitab atau badan penginjilan dari sekadar motif mementingkan diri sendiri yaitu untuk mendapatkan kebahagiaan, pujian orang-orang atau karena ia ingin mendapatkan perkenan Allah. Demikian juga ia mungkin merindukan pertobatan jiwa-jiwa dan bekerja serta memberitakan hal ini. Namun semuanya bertitik tolak dari motif-motif yang bersifat sepenuhnya mementingkan dirinya.
Mereka mungkin rindu memuliakan Allah; orang kudus sejati karena ia suka melihat Allah dimuliakan, sedangkan orang yang tertipu memuliakan Allah karena menurutnya itulah cara agar ia selamat. Petobat sejati menetapkan hati demi kemuliaan Allah. Petobat palsu merindukannya sebagai sesuatu keuntungan bagi dirinya.
Mereka mungkin sama-sama ingin bertobat. Petobat sejati membenci dosa karena dosa menyakiti Allah dan mencemarkan dirinya karena itu ia ingin bertobat. Petobat palsu bertobat karena ia tahu bahwa bila ia tidak bertobat maka ia akan dihukum.
Mereka mungkin sama-sama ingin mentaati Allah. Orang kudus sejati menaati Allah karena ia ingin menjadi semakin kudus. Petobat palsu mentaati Allah karena ia menginginkan pahala ketaatan.
10.Mereka mungkin juga sama dalam beberapa hal yang mereka sukai atau cintai:
Mereka sama-sama mencintai Alkitab; orang kudus sejati mencintainya karena Alkitab adalah kebenaran Allah. Ia suka ketika membacanya dan jiwanya diisi oleh-Nya. Orang yang tertipu menyukai Alkitab karena ia berpikir bahwa Alkitab akan menguntungkan dirinya, dan ia memandang Alkitab dalam kerangka memenuhi harapan-harapannya.
Mereka mungkin sama-sama mencintai Allah; petobat sejati mencintai Allah karena sifat Allah yang indah dan penuh kasih dan ia mengasihi-Nya demi Dia; petobat palsu mencintai Allah karena ia berpikir bahwa Allah adalah teman istimewa yang akan membuatnya bahagia selamanya, dan ia menghubungkan pemikiran tentang Allah dengan kepentingan pribadinya.
Mereka mungkin sama-sama mencintai Kristus; petobat sejati karena ia mencintai sifat-sifat-Nya sedangkan orang yang tertipu berpikir bahwa Dia akan menyelamatkan dirinya dari neraka dan memberikan kehidupan kekal kepadanya... jadi mengapa ia tidak mencintai-Nya?
Mereka mungkin sama-sama mencintai orang-orang Kristen; petobat sejati karena dalam diri orang Kristen ia melihat gambar Allah, dan ia menikmati pertobatan mereka. Orang tertipu mencintai orang-orang Kristen karena mereka anggota dari denominasinya, atau karena mereka berada pada pihaknya. Ia juga suka berbincang-bincang tentang kesukaan dalam kekristenan dan harapan-harapan tentang kepergiannya ke surga kelak.
Mereka mungkin sama-sama suka menghadiri kebaktian; petobat sejati karena hatinya menyukai penyembahan, doa, pujian dan mendengarkan Firman Allah, sedangkan petobat palsu berpikir bahwa pertemuan ibadah adalah tempat yang baik untuk menopang harapan-harapannya.
Mereka mungkin sama-sama menemukan kesenangan dalam doa pribadi; petobat sejati karena ia mendekatkan diri dengan Allah dan menemukan kenikmatan dalam persekutuan dengan-Nya. Orang yang tertipu mendapatkan sejenis kepuasan tentang pembenaran diri yang memuaskan dirinya dalam tindakan doa ini, karena ia merasa doa pribadi adalah suatu kewajiban.
Mereka mungkin sama-sama menyukai doktrin anugerah; petobat sejati karena doktrin ini amat memuliakan Allah, petobat palsu berpikir doktrin-doktrin ini sebagai jaminan keselamatan dirinya.
11.Mereka mungkin membenci hal-hal yang sama.
Mereka mungkin membenci imoralitas seksual dan menentangnya dengan keras. Petobat sejati membencinya karena hal ini menjijikkan dan melawan Allah, dan petobat palsu karena hal ini bertentangan dengan pandangan dan pendapatnya sendiri.
Mereka mungkin sama-sama membenci dosa; petobat sejati karena dosa merupakan kejijikan bagi Allah sedangkan orang-orang tertipu membencinya karena dosa menyakiti dirinya. Merupakan hal yang umum kita jumpai bahwa orang-orang membenci dosa-dosanya, tetapi masih juga tidak meninggalkannya.
Mereka mungkin sama-sama menentang orang-orang berdosa. Bagi orang-orang kudus penentangan ini berlandasan kasih. Mereka melihat bahwa sifat dan tindakan orang berdosa sebagai hal yang meruntuhkan kerajaan Allah. Petobat palsu menentangnya karena orang-orang berdosa ini menentang agama mereka atau karena mereka tidak di pihaknya.
Dalam semua kasus ini, motif petobat sejati berlawanan dengan motif petobat palsu. Perbedaaannya terletak pada pemilihan tujuan. Yang satu memilihnya demi kepentingan dirinya sendiri, sedangkan yang lain memilih kepentingan Allah sebagai tujuan utama.
V.KINI AKU INGIN MENJAWAB BEBERAPA PERTANYAAN UMUM.
1.Jika kedua kelompok orang ini mirip dalam banyak hal, bagaimanakah caranya kita dapat mengetahui sifat diri kita yang sebenarnya, atau bagaimanakah kita dapat mengetahui dalam kelompok yang manakah kita berada?
Kita tahu bahwa "betapa liciknya hati manusia, lebih licik daripada segala sesuatu" (Yeremia 17:9). Lalu bagaimanakah kita dapat mengetahui apakah kita mengasihi Allah dan kekudusan-Nya karena hakekat-Nya; atau apakah kita sedang mencari perkenan Allah dan mengharapkan Surga untuk kepentingan diri kita?
Jika kita sungguh-sungguh bajik, maka hal ini akan tampak dalam kehidupan kita sehari-hari. Jika dalam hubungan kita dengan orang lain kita bersikap egois maka kita juga akan bersikap egois terhadap Allah. "Barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin ia mengasihi Allah yang tidak dilihatnya." (1 Yohanes 4:20). Orang Kristen tidak hanya harus mengasihi Allah tetapi ia harus juga mengasihi sesamanya. Jika dalam kehidupan kita sehari-hari kita masih memperlihatkan sifat egois, maka berarti kita belum bertobat. Layakkah seseorang disebut Kristen padahal ia tidak mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri?
Jika anda tidak egois, maka tanggung jawab rohani tidak merupakan beban bagi anda. Beberapa orang melakukan perintah Allah seperti seorang sakit meminum obat. Ia menginginkan hasil-hasil yang ia sukai. Ia melakukan perintah Allah karena ia merasa membutuhkannya, kalau tidak maka ia akan binasa. Ia tidak akan melakukan perintah Allah bila tidak disuruh.
Jika anda seorang egois, maka kebahagiaan anda akan tergantung pada seberapa kuat pengharapan anda terhadap surga. Jika anda merasa pasti akan ke surga maka anda menikmati kehidupan Kristiani. Kebahagiaan anda tergantung pada pengharapan anda, dan bukan pada cinta anda kepada hal-hal yang anda harapkan. Aku tidak berkata bahwa petobat sejati tidak menikmati pengharapan mereka, tetapi pengharapan mereka tidaklah menjadi yang terutama bagi mereka. Mereka hampir-hampir tidak memikirkan tentang pengharapan-pengharapan mereka karena pikiran mereka sudah terpikat oleh hal-hal yang lebih mulia.
Jika anda seorang egois, maka kenikmatan yang anda alami berasal dari antisipasi anda saja. Petobat sejati menikmati damai dari Allah dan baginya surga sudah dimulai dalam hatinya. Ia tidak perlu menunggu sampai meninggalkan dunia ini untuk menikmati kesenangan-kesenangan surgawi. Kesukaan yang ia alami sejalan dan sebanding dengan kekudusan hidupnya, dan bukan sejalan dan sebanding dengan pengharapannya.
Orang yang tertipu hanya taat bila mempunyai tujuan pribadi, sedangkan petobat sejati memiliki keinginan / kesukaan untuk taat. Perbedaan ini sangat penting. Aku khawatir banyak orang tidak memperhatikan hal ini. Petobat sejati sungguh-sungguh menyukai ketaatan dan dalam hatinya memilih ketaatan. Karena itu baginya ketaatan adalah hal yang mudah dilakukan. Petobat palsu berikhtiar menjadi suci, karena ia mengetahui bahwa itulah satu-satunya cara untuk memperoleh kebahagiaan. Petobat sejati memilih kekudusan demi kekudusan itu sendiri dan ia tahu bahwa ia memang kudus karena telah dikuduskan.
Iman petobat sejati berbeda dengan iman petobat palsu. Petobat sejati mempunyai kepercayaan teguh terhadap sifat Allah sehingga ia menyerahkan hati sepenuhnya kepada Allah. Iman terhadap janji-janji khusus dari Allah tergantung pada sejauh mana kepercayaan kita terhadap sifat-sifat-Nya. Hanya ada dua prinsip yang mendasari ketaatan manusia terhadap pemerintahan (duniawi maupun surgawi), yaitu ketakutan dan iman. Segala macam ketaatan berasal dari salah satu prinsip ini. Dalam prinsip yang pertama, seseorang berlaku taat karena mengharapkan imbalan atau takut menerima hukuman. Dalam prinsip kedua, seseorang menyerahkan dirinya karena percaya kepada sifat pemerintahan yang didasari oleh kasih. Seorang anak mungkin taat kepada orang tuanya karena ia mengasihi dan percaya kepada mereka, sedangkan anak yang lain memperlihatkan ketaatan secara lahiriah karena dimotivasi oleh harapan-harapan dan ketakutan-ketakutannya. Petobat sejati memiliki iman atau keyakinan penuh kepada Allah yang menyebabkan ia mentaati Allah dengan kasih. Ini adalah ketaatan berdasarkan iman.
Orang yang tertipu mempunyai iman dan penyerahan diri yang rapuh. Iblis juga mempunyai iman yang rapuh. Ia percaya dan gentar kepada Allah. Seseorang mungkin saja percaya bahwa Kristus datang untuk menyelamatkan orang-orang berdosa dan berdasarkan hal itu ia menyerahkan dirinya untuk diselamatkan oleh-Nya. Tetapi ia tidak menyerahkan diri sepenuhnya ke dalam otoritas Kristus secara mutlak, atau ia tidak mengijinkan-Nya menguasai dan mengatur kehidupannya. Ia menyerahkan dirinya agar ia dapat diselamatkan. Ia tidak dapat mengatakan "Jadilah kehendakMU" dengan sungguh-sungguh berdasarkan imannya kepada Allah. Agamanya adalah agama yang berdasarkan hukum-hukum. Petobat sejati mempunyai iman Injili. Petobat palsu bersifat egois, sedangkan petobat sejati bersifat bajik. Di sini terletak perbedaan yang sangat tajam antara kedua kelompok petobat. Agama petobat palsu bersifat lahiriah dan munafik, sedangkan agama petobat sejati berasal dari hati yang kudus dan berkenan kepada Allah.
Jika anda egois, maka anda akan bersukacita karena pertobatan orang-orang berdosa hanya apabila anda terlibat di dalamnya. Anda tidak seberapa bersukacita bila ada orang bertobat melaui pemberitaan rekan anda. Orang egois bersukacita jika ia berpikir bahwa ia akan mendapatkan pahala. Tetapi ia akan iri hati bila ada orang lain yang berhasil dalam membawa seseorang kepada Kristus. Petobat sejati sungguh-sungguh bergembira melihat orang-orang lain dipakai Allah, dan bersukacita melihat orang-orang bertobat melalui rekan-rekannya sama seperti bila ia juga ikut ambil bagian dalam hal itu.
2.Apakah aku tidak boleh memperhatikan kebahagiaanku?
Sesuai dengan nilainya tentu boleh saja anda memperhatikan kebahagiaan anda. Namun ukurlah kebahagiaan itu dibandingkan dengan kemuliaan Allah dan demi kebaikan umat manusia. Lalu anda tentukan penilaian yang wajar. Hal inilah yang dilakukan Allah. Dan hal inilah yang ia maksudkan ketika Ia memerintahkan Anda untuk mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Ada hal lain yang cukup mengherankan, yaitu apabila anda semakin sedikit memperhatikan kebahagiaan anda maka semakin bahagialah anda. Kebahagiaan sejati bersumber dari perbuatan-perbuatan yang tidak egois. Jika anda melakukan sesuatu kebajikan demi kebajikan itu sendiri maka anda berbahagia sesuai dengan kebajikan yang anda lakukan. Tetapi jika anda melakukan tindakan kebajikan untuk mempertahankan kebahagiaan maka anda akan gagal. Anda akan menjadi seperti seorang anak yang mencoba mendahului bayangannya. Tentu ia tidak akan pernah mendahuluinya, karena bayangan selalu jauh di hadapannya.
3.Apakah Kristus tidak mempedulikan kebahagiaan yang ditawarkan kepada-Nya?
Kristus memang membenci malu yang Ia derita dan pikul di kayu salib. Ia memang mempedulikan kebahagiaan yang ditawarkan kepada-Nya. Sebenarnya apakah yang membahagiakan Dia? Bukan keselamatan Diri-Nya, bukan kebahagiaan bagi diri-Nya, tetapi kebahagiaan yang dapat Ia berikan kepada dunia yaitu keselamatan umat manusia. Kebahagiaan umat manuisa adalah tujuan-Nya. Membahagiakan umat manusia adalah kebahagiaan-Nya... dan Ia telah memperolehnya.
4.Tidakkah Musa mengharapkan pahala?
Betul! Musa mengharapkannya. Tetapi apakah pahala yang ia harapkan itu untuk kepentingan pribadinya? Tidak! Yang ia harapkan adalah keselamatan bangsa Israel. Suatu ketika Allah berniat membinasakan bangsa Israel dan menjadikan Musa sebagai bapak bangsa-bangsa. Jika ketika itu Musa egois maka pasti ia berkata, "Ya Tuhan, biarlah kehendakMu jadi terhadap hambaMu ini sesuai dengan FirmanMu." Tetapi apakah tanggapan Musa? Hatinya terpaut pada permohonan bagi bangsanya sehingga ia tidak memikirkan hal-hal yang lain. Sebaliknya ia menjawab. "Tetapi sekarang kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu, dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari kitab yang telah Kau tulis " (Keluaran 32:32). Jawaban ini bukan jawaban seorang egois..
5.Bukankah Alkitab mengatakan bahwa kita mengasihi Allah karena Allah mengasihi kita lebih dahulu? Ayat Alkitab yang mengatakan "Kita mengasihi (Allah), karena Allah lebih dahulu mengasihi kita" (1 Yohanes 4:19) dapat memiliki dua pengertian" 1).Kasih-Nya memungkinkan kita mengasihi-Nya. Kasih-Nya membuat kita mampu mengasihi-Nya. 2).Kita mengasihi-Nya karena kebaikan dan berkat kasih yang Ia berikan kepada kita. Pengertian yang kedua ini jelas tidaklah benar karena Yesus Kristus sendiri memberikan pengajaran-Nya dalam Khotbah di Bukit sebagai berikut, "Dan jikalau engkau mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka" (Lukas 6:32). Jika kita mengasihi Allah bukan karena sifat-Nya dan pribadi-Nya tetapi karena berkat-berkat yang Ia berikan kepada kita, maka kita tidak lebih baik daripada orang yang belum bertobat.
6.Bukankah Alkitab menjanjikan kebahagiaan sebagai imbalan / upah kebajikan?
Alkitab berkata bahwa kebahagiaan adalah akibat kebajikan, tetapi Alkitab tidak penah menyuruh kita melakukan kebajikan sebagai alasan untuk memperoleh kebahagiaan.
7.Mengapa Alkitab terus-menerus menyinggung masalah ketakutan dan pengharapan umat manusia, jika perhatian kita untuk memperoleh kebahagiaan bukanlah merupakan motif yang benar untuk mendasari tindakan-tindakan kita?
Secara alamiah manusia takut terhadap musibah, dan kita tidak bersalah apabila kita berusaha menghindarinya. Kita diperbolehkan memikirkan kebahagiaan diri kita sendri dalam batas-batas yang wajar. Manusia juga sudah sedemikian terbius oleh dosa sehingga Allah tidak dapat menarik perhatian mereka agar mereka mempertimbangkan sifat-Nya dan alasan-alasan untuk mengasihi-Nya. Allah dapat menarik perhatian manusia hanya apabila Ia menunjukkan harapan-harapan mereka dan hal-hal yang menakutkan mereka. Segera setelah mereka sadar, Ia menyodorkan Injil kepada mereka. Jika seorang pendeta telah mengkhotbahkan tentang kedahsyatan dan murka Allah sehingga pendengarnya menjadi sadar dan tertegun, maka ia harus membeberkan sifat Allah di hadapan mereka, agar hati mereka diarahkan kepada-Nya untuk mengasihi-Nya demi diri-Nya.
8.Benarkah Injil menyodorkan pengampunan sebagai motif penyerahan diri?
Jika maksud anda adalah bahwa seorang berdosa diminta untuk bertobat berdasarkan bahwa ia pasti diampuni, maka Alkitab tidak mendukung pendapat anda. Alkitab tidak memberikan hak kepada orang-orang berdosa untuk mengatakan "Aku akan bertobat jika Engkau mengampuniku". Tidak ada satu ayatpun dalam Alkitab yang membenarkan hal ini.
VI. BEBERAPA CATATAN PENUTUP
1.Beberapa orang lebih bersemangat membawa orang-orang menuju pertobatan dibandingkan dengan melihat Gereja dikuduskan dan Allah dimuliakan oleh pekerjaan hamba-hamba-Nya.
Banyak di antara mereka ingin melihat orang-orang diselamatkan, bukan karena kehidupan orang-orang berdosa itu menyakiti dan menghina Allah, tapi karena mereka merasa kasihan kepada orang-orang berdosa itu dan mereka tidak ingin melihat mereka masuk ke neraka. Petobat-petobat sejati terganggu oleh dosa karena perbuatan dosa menghina Allah. Tetapi mereka lebih terganggu lagi apabila mereka melihat orang-orang Kristen melakukan dosa, karena Allah sangat dihina. Cukup banyak orang bersikap masa bodoh terhadap kondisi Gereja. Mereka sudah puas melihat pelayanan penginjilan terlaksana. Bagi mereka, "kesuksesan" penginjilan adalah kesuksesan gereja. Mereka tidak sungguh-sungguh merindukan Allah dimuliakan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak didorong oleh kasih sejati kepada Allah dan kekudusan, tetapi mereka didorong hanya oleh perasaan-perasaan dan emosi menusiawi terhadap orang-orang berdosa.
2.Dari semua yang aku utarakan maka kita dapat melihat mengapa begitu banyak orang-orang Kristen mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda mengenai Injil.
Beberapa orang memandang Injil hanya sebagai 'jalan pintas' di mana Allah tidak setegas ketika Ia memberikan hukum-hukum Taurat. Mereka berpikir bahwa kita diperbolehkan hidup secara duniawi, dan Injil akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan mereka dan kemudian menyelamatkan mereka. Di lain pihak, ada orang-orang yang memandang Injil sebagai anugerah ilahi dari Allah yang mempunyai tujuan utama untuk menghancurkan dosa dan meningkatkan kekudusan. karena itu mereka lebih menegaskan kehidupan yang kudus dibandingkan dengan hukum-hukum kehidupan yang terdapat di dalam hukum Taurat. Mereka percaya bahwa nilai Injil terletak pada kuasa Injil yang membuat kehidupan orang percaya menjadi kudus.
"Ujilah dirimu sendiri, apakah kamu tetap tegak di dalam iman. Selidikilah dirimu! Apakah kamu tidak yakin akan dirimu, bahwa Kristus Yesus ada di dalam diri kamu? Sebab jika tidak demikian, kamu tidak tahan uji" (2 Korintus 13:5). ***
Sumber: Finney, Charles G. 1983. "True and False Conversion" (LD#47). Disunting dan disadur oleh Melody Green dan Martin Bennett. Lindale, Texas, USA: Last Days Ministries.
Catatan penyunting: Aku percaya bahwa melalui artikel ini Allah hendak berbicara kepada banyak orang yang telah tersesat dalam tipuan rohani. Janganlah takut mengetahui kebenaran tentang diri anda dan hubungan anda dengan Tuhan. Jika anda benar-benar sudah diselamatkan, maka anda tidak perlu kuatir. Jika anda belum diselamatkan, maka Allah, karena kasih-Nya yang sangat besar, hendak membukakan masalah itu kepada anda. Jika kehidupan anda tidak sesuai dengan firman-Nya, maka lebih baik anda mengetahui hal ini sekarang juga, ketimbang anda mengetahuinya ketika Hari Penghakiman, yaitu ketika sudah terlambat untuk berbuat sesuatu. Karena perkenan Allah, maka anda masih mempunyai waktu untuk merendahkan diri di hadapan-Nya dan mencari-Nya dengan hati yang sungguh-sungguh. "...karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat" (2 Petrus 3:4).