visit us: www.m.bagimunegeri.com
Bila membacanya sekilas saja, artikel ini mungkin terasa tidak begitu penting. Mungkinkah seorang yang mengasihi Allah berpikir untuk menjalani kehidupan pernikahannya dengan orang yang tak seiman? Sayang sekali, kenyataannya tidak demikian. Hampir setiap hari aku menerima surat dari wanita-wanita putus asa yang berusaha melayani Allah sepenuhnya, namun tidak bisa, karena suami mereka mengasihi dan melayani dunia.
"Jangan kamu terkena kuk bersama orang yang tiada beriman; karena apakah persekutuan kebenaran dengan kejahatan? Atau bagaimanakah terang dengan gelap boleh berjodoh?" 2 Korintus 6:14
Artikel ini secara khusus kutujukan kepada kaum wanita Kristen, karena dari pengalamanku melayani konseling, rupanya kaum wanita Kristen jauh lebih banyak melakukan kesalahan ini daripada kaum pria Kristen. Kendati demikian, masalah-masalah dan prinsip-prinsip yang akan kubahas disini akan dapat diterapkan oleh setiap orang Kristen yang sedang merencanakan pernikahan (bahkan kencan atau pacaran) dengan orang yang tidak mengasihi Yesus sepenuh hati. (Artikel ini tidak ditujukan kepada anda yang menjadi Kristen sesudah menikah. Meskipun kini mungkin anda berpasangan dengan seseorang yang bukan pengikut Kristus, namun keputusan dengan siapa anda menikah yang anda ambil di masa lampau bukanlah pilihan yang anda lakukan setelah anda menjadi orang Kristen. Artikel ini ditujukan kepada orang Kristen yang belum menikah, yang masih berpacaran, atau sedang merencanakan pernikahan, atau yang masih diliputi banyak pertanyaan tentang pacaran dan pernikahan).
Kencan Pekabaran Injil (Kencan PI). Entah darimana mulanya istilah ini. Aku suka memakainya karena istilah ini memberikan gambaran yang tepat. Bayangkanlah: seorang gadis muda yang penuh semangat untuk melayani Allah, pergi ke suatu suku bangsa yang terasing dan jauh untuk memberitakan Injil kepada mereka yang terhilang. Di sana akhirnya dia mempunyai "beban khusus" yaitu keselamatan pemuda tampan putra kepala suku. Pemuda itu kelihatan tertarik pada hal-hal tentang Allah, dan si gadis mulai menyisihkan sedikit waktu khusus bersamanya demi memenangkan jiwanya bagi Tuhan. Sebelum anda menyadari apa yang terjadi, teman-temannya di yayasan penginjilan yang mengutus dia menerima surat mengatakan bahwa dia akan menikah dan tidak akan kembali ke negaranya. Benarkah pria itu bertobat? Ah, masih belum lagi sungguh-sungguh saat ini, namun dia yakin sepenuhnya bahwa dalam waktu singkat pemuda itu akan bertobat. Sementara itu, dengan riang-gembira si gadis bersiap-siap menata rumah si pemuda yang akan dihuninya kelak setelah menikah, ya... sebuah pondok yang penuh berhala (tentunya dia tidak berpikir untuk menyembahnya), sambil bermimpi tentang masa depan penuh bahagia yang akan mereka jalani bersama. Apa pendapat anda tentang kesempatan gadis ini untuk memiliki kebahagiaan sejati atau tentang pengakuannya bahwa dia mengasihi Allah? Tindakan-tindakannya jelas berlawanan dengan apa yang diimaninya.
Singkatnya, setiap pernikahan dimulai dari satu kencan sederhana. Banyak orang Kristen tertipu bila tiba pada masalah seperti ini. Mereka menganggap bahwa kencan dengan orang tidak percaya bukan merupakan masalah asalkan "tidak terlalu serius". Mereka berpikir, "Sekali atau dua kali kencan tidak akan merugikan. Malah mungkin aku bisa menuntun dia datang kepada Tuhan. Sekarang ini aku hanya ingin sedikit bersenang-senang, namun bila sudah tiba saatnya, pastilah aku akan memutuskan untuk menikah dengan seorang Kristen." Tetapi apa yang terjadi? Tahap berikutnya ialah tanpa sadar mereka "telah jatuh cinta"; dan dengan sekuat tenaga mereka berusaha membenarkan diri dengan berbagai alasan untuk mempertahankan hubungan mereka dan rencana pernikahan mereka. Ya, mereka berusaha membenarkan hubungan mereka terhadap diri mereka sendiri, terhadap teman-teman dan... terhadap Allah. Nasihatku hanya ini: Orang Krsiten yang bodohlah yang ingin berkencan / berpacaran malahan sampai ingin menikah dengan orang tidak percaya.
Pernikahan merupakan keputusan terbesar dan terpenting yang harus anda ambil setelah keputusan anda untuk mengikut Yesus. Sebelumnya telah kukatakan bahwa semua pernikahan dimulai dari "kencan pertama". Masalah utamanya adalah karena terlalu banyak orang Kristen mengangap kencan / pacaran sebagai hal yang biasa saja. Pendapat seperti itu bukan berasal dari Allah. Sebagai orang Kristen, pacaran bukan "sekadar iseng" saja.
Jelas bahwa kadang-kadang timbul rasa sepi, namun ingatlah, setiap kencan mempunyai potensi yang dapat membentuk hubungan seumur hidup. Jika anda menjalin hubungan dengan orang yang salah, maka sebenarnya anda telah membuka diri dan tanpa sadar anda telah melibatkan diri secara emosi dengan orang tersebut sehingga akhirnya tidak selalu mudah bagi anda untuk memutuskan hubungan itu. Sekali anda memberikan hati dan emosi anda kepada seseorang, akan sulit bagi anda untuk menariknya kembali, walaupun anda tahu bahwa anda harus melakukannya. Berikut ini aku mengutip bagian surat yang baru-baru ini kuterima dari seorang pemudi Kristen. Dia telah dibimbing dan didorong untuk mengambil keputusan yang benar. Aku ingin anda melihat kesulitan yang dialaminya.
"Aku putri seorang utusan Injil di Timur Tengah. Usiaku 16 tahun. Sebenarnya aku dekat dengan Tuhan, dan Tuhan sungguh baik kepadaku dalam segala hal. Kemudian aku berjumpa dengan seorang pemuda non Kristen di sekolah kami. Hubungan kami telah kian dekat selama lebih dari tiga bulan ini. Semula aku yakin segalanya beres, dan tentunya aku sama sekali tidak berpikir untuk menikah dengannya karena dia bukan orang Kristen. Namun belakangan ini aku berbincang-bincang dengan seseorang mengenai hal ini. Orang itu berkata bahwa seharusnya aku tidak menjalin hubungan dengan pemuda itu dari semula.
Sore ini pemuda itu berkunjung ke rumahku ketika aku sedang mendengar rekaman lagu rohani dari Keith Green. Kami berbincang-bincang dan dia menertawakan "Yesus yang aneh" dan "lagu-lagu Kristen yang dungu" yang sedang kudengarkan. Kukatakan kepadanya bahwa tertawaannya terhadap nama Yesus itu menyakitkan hatiku. Kini hatiku resah dan aku merasa kami harus menghentikan hubungan kami. Namun amat sukar bagi kami untuk memutuskan hubungan karena kami saling menyukai. Selain itu aku kuatir kesaksianku gagal jika hubungan kami putus. Kini aku sungguh memohon hikmat Tuhan untuk masalahku ini. Tolong doakan aku." Lydia - (bukan nama sebenarnya).
Jangan menunggu sampai segalanya terlambat. Waktu untuk meminta hikmat dari Yesus adalah sebelum anda memulai hubungan dengan orang itu, bukan sesudahnya. Tanpa disadari, emosi anda lebih berkuasa daripada ratio anda. Jika keinginan anda yang diprioritaskan, maka semangat anda untuk mengutamakan Allah akan mulai pudar dengan cepat. Bila anda tidak mengendalikan emosi, maka emosi anda yang akan mengendalikan anda! (Yeremia 17:9).
"Jangan kamu merupakan pasangan yang tak seimbang dengan orang yang tak percaya..."(2 Korintus 6:14).
Dalam Alkitab kita menjumpai banyak ilustrasi yang menggunakan istilah yang berhubungan dengan pertanian maupun peternakan, karena hal ini umum pada masa itu. Lalu apa artinya "kuk tak seimbang"? Coba anda bayangkan dua ekor lembu jantan yang diikat bersama-sama pada lehernya dengan sebuah balok kayu menyilang agar keduanya bisa menarik bajak bersama. Kedua ekor binatang yang 'species'nya sama ini disatukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan khusus. Keduanya dilatih dengan cermat agar bisa mengikuti perintah yang diberikan oleh sang petani. Dan sekali mereka telah dapat dipersatukan, maka selanjutnya mereka bekerja sebagai sebuah tim.
Petani yang bijaksana akan memilih dua ekor lembu yang ukuran tubuh, kekuatan dan sifatnya sama karena dia tahu dengan demikian keduanya dapat bekerja dengan baik. Bila lembu yang satu perlu dicambuk berulangkali agar bergerak, sementara lembu yang lain amat ketakutan ketika melihat cambuk, maka sungguh tidak bijaksana bila mereka diikat bersama dan diharapkan untuk bekerja sama dalam satu tim. Satu "anggota" tim segera ingin berlari, sementara yang satu lagi dengan berkeras kepala tidak mau tunduk pada perintah. Bila kedua lembu yang sifatnya seperti ini disatukan, yang pasti terjadi adalah bencana - mungkin merusak peralatan kuk, rasa sakit dan kebingungan sehingga jelas pekerjaan membajak tidak akan terlaksana.
Yesus yang kita kasihi adalah "petani" yang Mahakasih dan Mahabijaksana di semesta raya ini. Yesus tahu bahwa kita tidak akan pernah bahagia bila kita terikat pada seseorang yang ingin menarik kita ke arah yang berlawanan dengan keinginan kita. Kehidupan kita tak ubahnya bagai sebuah pertandingan tarik tambang, dan kita tidak akan pernah menyelesaikan tugas panggilan kita. Itulah sebabnya Dia menyuruh kita menikah hanya dengan orang yang "di dalam Tuhan" (1 Korintus 7:39). Bila kita ingin melayani Allah dalam pernikahan kita, maka kedua pasangan harus setuju mengenai jenis pekerjaan yang perlu dilakukan, bagaimana mengerjakannya dan dari siapa keduanya menerima perintah untuk melakukan pekerjaan tsb. Betul-betul sederhana. Kukira itulah sebabnya aku terus-menerus terheran-heran dengan banyaknya orang Kristen yang memilih untuk mengabaikan hikmat Allah, dan kemudian mereka sia-sia saja berpikir bahwa "pada akhirnya semua akan beres".
Sekarang tentunya semakin jelas bagi anda bahwa kencan / pacaran bukan hal sepele atau bukan tanpa persetujuan Allah. Ini bukan berarti bahwa anda harus terpanggil untuk menikah dengan seseorang sebelum anda melewatkan waktu bersama-sama atau berpacaran, tetapi anda harus dapat melihat nilai-nilai ketulusan kasih kepada Allah dalam pribadi orang ini, dan buah imannya yang nyata bagi semua orang di lingkungan anda. Bila dia telah melewati pengujian yang menentukan ini, anda masih harus mencari kehendak Allah apakah wajar untuk mengambil waktu agar dapat mengenal orang ini lebih dalam. Anda harus mencari kehendak Tuhan secara pribadi dan tidak bersama-sama dengan orang yang membuat anda tertarik itu. Jadi jika Allah berkata "tidak" maka tidak ada pihak lain yang merasa disakiti.
Kuanggap kini anda telah sering bersama-sama dengan orang ini dalam pertemuan-pertemuan kelompok, namun hubungan yang lebih mendalam seharusnya anda masuki jika dan apabila Tuhan mengijinkan. Jika anda takut mendengar kemungkinan jawaban "tidak" dari Allah, maka anda tidak sungguh-sungguh sedang mencari kehendak-Nya, melainkan kehendak anda sendiri. Hal ini seharusnya langsung mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang tidak beres sehingga anda seharusnya tidak melangkah sebelum hubungan anda beres dengan Allah.
Kedengarannya cukup mengekang, bukan? Bertanyalah kepada orang-orang yang telah salah memilih pasangan akibat tidak sabar, tidak mencari bimbingan dan tidak berdoa. Mereka akan berkata betapa indahnya apabila dulu ada orang yang menasihati mereka seperti nasihat yang kuberikan ini. Banyak orang Kristen kini terbelenggu dengan keresahan dalam pernikahan yang tidak bahagia karena mereka mengabaikan Yesus serta membiarkan nafsu / keinginannya sendiri memadamkan suara Allah. Mereka belajar melalui pengalaman yang cukup pahit dan sekarang telah terlambat untuk memulai dari awal lagi. Pernikahan adalah komitmen seumur hidup. Jika telah terjadi kesalahan, anda tidak dapat berkata, "Ya, kami telah menikah di luar kehendakAllah, dan sekarang kami bercerai saja!" Tidak semudah itu! Alkitab berkata bila pasangan kita yang tidak seiman itu tetap mau hidup bersama kita, maka kita tidak boleh menceraikannya begitu saja (1 Korintus 7:12-13).
Mengapa harus memojokkan diri sendiri karena membuat keputusan yang salah? Firman Allah memerintahkan kita untuk tidak menjadi pasangan yang tak seimbang dengan oang tak percaya, sehingga untuk memikirkannya saja sudah merupakan kebodohan, malahan jelas-jelas merupakan suatu pemberontakan. Anda pasti akan menghadapi bencana jika anda bersandar pada pengertian anda sendiri, dan tidak bersandar kepada Allah dan Firman-Nya.
Ketika aku menjadi Kristen, seluruh kehidupanku berubah drastis. Aku tak dapat lagi menyelesaikan segala sesuatu dengan caraku yang lama, karena cara Allah memang berbeda dengan caraku. Segalanya berubah. Aku harus "memutar haluan" dan harus duduk di hadapan Allah serta mengevaluasi setiap aspek kehidupanku. Satu hal yang pertama kulihat adalah alasan-alasanku dalam melakukan suatu tindakan kini berubah. Aku dimotivasi oleh kasih kepada Allah dan kerinduan untuk menyenangkan hati-Nya, bukan oleh keinginan-keinginan yang mementingkan diri sendiri. Semakin aku dekat dengan Allah, semakin Dia menyatakan isi hati-Nya kepadaku, dan kusadari bahwa hal-hal yang dulu amat bernilai bagiku kini tidak penting lagi. Sedangkan hal lain yang semula sedikit nilainya, atau bahkan tidak bernilai sama sekali, kini mulai berkilauan dan bersinar seperti permata. Mataku tertuju pada kekekalan, bukan lagi terfokus pada hal-hal yang sementara di dunia ini. Betapa hancurnya hatiku seandainya aku tidak dapat berbagi rasa senang, sukacita dan kasih dari Allah ini dengan orang yang paling kucintai di bumi ini - suamiku.
"Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?" (2 Korintus 6:14).
Pada prinsipnya, seorang yang mengasihi Yesus tidak memiliki persamaan lagi dengan orang yang tidak mengasihi Yesus. Tentu anda boleh saja menikmati hobi / kegemaran yang sama, atau terlibat dalam satu jenis pekerjaan yang sama - namun bila tiba pada hal prinsip-prinsip yang mendasar, maka jarak anda terpisah jauh sekali darinya. Dalam sebuah pernikahan, ketika kesenangan yang dibangun secara tergesa-gesa itu mulai pudar, maka anda akan merindukan keakraban sejati dan kesatuan yang hanya bisa anda alami dengan seseorang yang "sehati-sepikir" dengan anda. Anda akan merasakan ketidakpuasan dan kesepian yang asing dalam pernikahan yang sebenarnya merupakan persekutuan yang paling akrab ini, bila sebagai akibat dari perbedaan iman, anda tak dapat mengalami keakraban sejati. Anda tak dapat berbagi kerinduan terdalam di hati anda dengan pasangan anda, begitu pula sebaliknya, karena dasar pandangan hidup anda - yakni alasan-alasan anda untuk hidup ini - akan berbeda sama sekali. Hati dan hidup anda tidak dapat dipersatukan dengan sungguh karena tak ada ikatan yang mempersatukan dan memelihara anda berdua.
Bila aku berbicara tentang pernikahan, yang kumaksud adalah komitmen / ikrar seumur hidup untuk mengasihi, menghormati, menghargai dan mentaati... sampai maut memisahkan anda! Bagaimana anda dapat memikirkan ikrar yang sedemikian dalam dan mengikat dengan seseorang yang tidak mengasihi Yesus? Sebagai orang Kristen, anda memiliki Bapa, Putra dan Roh Kudus yang memerintah kehidupan anda. Alkitab berkata bahwa orang yang tidak memiliki Yesus adalah orang yang dikemudikan oleh dunia, keinginan daging dan setan; Sebagai orang Kristen, hal-hal inilah yang harus dikalahkan oleh kita (1 Yohanes 2:14-17). Bagaimana mungkin anda bisa berharap untuk mengatasi semuanya ini sedangkan anda menikah, berikrar dan menyerahkan kehidupan anda kepada mereka?
Banyak pemudi Kristen dibuat tenteram oleh kenyataan bahwa teman prianya yang bukan orang percaya itu kelihatannya sama sekali tidak keberatan dengan kekristenan mereka. "Meskipun si dia bukan orang percaya seperti aku, namun dia amat toleran dan bahkan kadang-kadang mau ke gereja bersamaku", mungkin anda berpikir demikian. Ya, dia seorang pemuda yang baik dan satu-satunya sifat buruknya adalah suka minum sedikit bir bersama teman-temannya kala bersantai. Lalu sang pemudi Kristen itu berpikir bahwa bila mereka telah menikah kelak, maka mereka akan lebih banyak memiliki kesempatan untuk bersama-sama, dan dia akan berusaha sekerasnya untuk membawanya kepada keselamatan. Sedihnya ialah dia akan segera menghadapi kenyataan yang tidak semudah apa yang dipikirkannya. Akhirnya, toleransi suaminya terhadap Pemahaman Alkitab dan teman-teman Kristennya mulai mendingin, dan ketegangan antara mereka mulai meminta korban dalam pernikahan mereka. Banyak gadis Kristen tidak menyadari bahwa bila mereka tidak cukup kuat untuk menolak godaan untuk menikah dengan orang yang tidak seiman, maka kemungkinan besar mereka juga tidak cukup kuat untuk memenangkan pria itu bagi Tuhan!
Kadang-kadang agar dapat menikah dengan seorang gadis Kristen, sang pemuda akan "menyatakan ikrar" kepada Yesus karena dia tahu bahwa dia harus berbuat demikian. Dia akan mulai pergi ke gereja demi membahagiakan kekasihnya. Bahkan mungkin juga dia memang dengan tulus berusaha untuk "mencari Yesus". Tetapi bila keputusan pertobatannya bukanlah keputusan yang lahir karena dia sadar bahwa dia membutuhkan Juruselamat, maka semuanya tidak akan berarti dan tidak akan bertahan lama. Biasanya "ikrar pertobatan" semacam ini akan mulai pudar beberapa waktu setelah mereka menikah, ketika dia merasa tidak perlu lagi untuk menunjukkan kebaikan dan 'kekristenan'nya.
Aku tak pernah mempercayai "pertobatan" seperti itu. Aku selalu menasihati setiap orang yang kubimbing agar membiarkan si pemuda membuktikan buah-buah pertobatannya sendirian. Jadi mengikuti Yesus bukan dengan didampingi gadis kekasihnya, melainkan pergi ke gereja atau persekutuan Pemahaman Alkitab atas keinginan hatinya sendiri, dan bukan sebagai acara kencan. Jika pemuda itu terbukti tulus, makin bertumbuh dan berakar dalam Yesus, kemudian setelah beberapa bulan, barulah sang gadis Kristen dapat mulai berdoa dan mencari kehendak Tuhan bagi kemungkinan memasuki hubungan yang lebih khusus. Masalahnya kebanyakan gadis Kristen tidak memiliki kesabaran untuk menguji buah pertobatan. Segera "sang arjuna" nampak tak lama lagi akan mengucapkan "doa seorang berdosa untuk menerima Kristus", maka dia mulai mempersiapkan gaun pengantin, keperluan rumah-tangga, handuk dan piring-piring.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, Hukum Termodinamika Kedua mengatakan bahwa dengan berlalunya waktu, segala sesuatu yang dibiarkan (tanpa dukungan energi / usaha), akan mengalami kemunduran / penyusutan / kerusakan dan berangsur-angsur lenyap. Segala sesuatu yang ditelantarkan tidak akan makin baik, sebaliknya akhirnya malahan akan hancur. Dengan kata lain, dengan berlalunya waktu, segalanya akan bertambah buruk atau rusak, bukan bertambah baik. Suatu kehidupan yang dibiarkan begitu saja tanpa Allah, juga akan bertambah rusak. Tak seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi esok. Orang yang menikah dengan "peminum yang hanya minum sewaktu-waktu" akhirnya menemukan bahwa dirinya menikah dengan "pecandu alkohol" beberapa tahun kemudian. Anda tak dapat meramal masa depan seseorang yang telah memilih untuk hidup sesuai dengan kemauannya sendiri dengan melihat keadaannya hari ini. Bila anda memiliki Tuhan, maka anda memang bisa berharap akan pertumbuhan dan kedewasaan di masa depan. Bila anda tidak memiliki Tuhan, anda tidak tahu apa yang anda akan harapkan. Ini bukan sekadar kisah "mariyuana menuju heroin" setelah beberapa tahun berlalu, namun tentang dosa yang membawa kepada dosa yang lebih besar. Ini kisah tentang kehidupan yang tidak rela diserahkan kepada Yesus dan dipimpin oleh tangan kasih-Nya... kisah kehidupan yang bisa berakhir di mana saja dan terjadi apa saja!
Kompetisi atau persaingan. Kupikir salah satu aspek yang paling berat dalam pernikahan dengan pasangan yang tidak seiman adalah rasa bersaing di antara mereka. Betapapun mulus dan tak terungkapkan, tetap saja persaingan ini terasa. Sebagai orang percaya, nilai-nilai hidup dan idaman-idaman anda dalam kehidupan ini akan terus-menerus ditantang setiap saat dalam kehidupan sehari-hari. Secara sadar atau tidak, orang yang tak percaya selalu berusaha membuktikan bahwa dia juga sama bahagianya dengan anda meskipun tanpa memiliki apa yang disebut "pengalaman rohani"... dan anda sendiri juga ingin memperlihatkan bahwa sebenarnya anda memiliki kedamaian dan kepuasan yang lebih besar karena anda mengenal Allah. Anda tidak memiliki pemimpin rohani dalam rumah tangga, atau dukungan ketika mengalami kesusahan; iman anda semakin diremehkan bukan didorong untuk bertumbuh. Dan akhirnya ketika persaingan ini makin menjadi-jadi, maka pasangan anda mungkin merasa bosan dan jemu bersaing dengan teman-teman anda, gereja dan Allah anda untuk mendapatkan perhatian dan cinta anda itu.
Dalam posisi seperti ini, orang percaya akan sering tergoda untuk mengkompromikan imannya agar kedamaian rumah tangganya terpelihara. Dia tak dapat lagi melayani Tuhan secara bebas dan terbuka, karena bila hal itu dilakukannya, maka pernikahannya akan berantakan. Posisi yang tidak menguntungkan! Ketika anda mulai berkompromi, persekutuan anda dengan Allah makin lemah dan kerohanian anda makin "kurang gizi". Anda merasa bersalah karena anda menyadari ketidaktaatan anda kepadaAllah, dan hal ini cenderung mendorong anda semakin menjauhi Tuhan.
Tak lama kemudian, frustrasi menggerogoti anda berdua karena kalian sama-sama tidak bebas untuk melakukan hal-hal yang saling membahagiakan. Anda tidak memiliki teman yang sama-sama mengasihi Yesus, dan dia juga tidak memiliki teman yang sama-sama mengasihi dunia. Dia tidak bisa menikmati pergaulan dengan teman-teman anda dan juga tidak bisa menikmati kegiatan-kegiatan anda. Sebaliknya andapun tidak bisa menikmati pergaulan dengan teman-temannya dan menikmati kegiatan yang disukainya. Anda rindu berbagi sukacita dalam Kristus padahal pasangan anda memiliki kerinduan-kerinduan yang berbeda jenisnya. Mungkin dia mulai berpikir bahwa jika anda tidak mau ikut bersamanya dalam hal-hal yang disukainya, maka dia akan mencari orang lain. Seperti anda bisa bayangkan sendiri, dalam situasi seperti ini ketegangan mulai sungguh-sungguh dirasakan.
Karena kalian sama-sama menyembunyikan apa yang kalian inginkan, maka timbullah kepahitan dan dendam yang menciptakan jarak yang lebih jauh dan menyebabkan munculnya lebih banyak masalah. Pada keadaan seperti ini, jika dendam sudah mulai berakar, pasangan anda yang tak percaya itu kini sudah banyak belajar ayat-ayat Alkitab dari anda dan... dia akan menembakkan kembali peluru-peluru kebenaran untuk menyobek hati anda.Alkitab memang kebenaran. Meskipun dia tak mempercayai Alkitab, namun dia tahu bahwa anda percaya. Dan dengan senang dia akan melihat anda remuk dalam keyakinan bersalah, perasaan terhukum dan kebingungan akibat serangannya terhadap diri anda dan iman anda. Firman Allah tetap ampuh dan berkuasa... walaupun dipakai oleh orang fasik.
Mungkin anda berpikir bahwa aku sedang memberikan gambaran yang tidak realistik tentang kehancuran sebuah rumah tangga. Namun aku menyimpan ratusan surat yang menceritakan "kisah yang sama" seperti ini. Rumah tangga seperti ini hampir tidak mungkin tetap bertahan (dan biasanya tidak dapat bertahan) kecuali orang percaya itu akhirnya mengambil jalan mengkompromikan imannya, bahkan hingga tiba pada titik seolah-olah dia "tidak beriman" sama sekali.
Jadi kemungkinannya bukan hanya sampai pada kematian rumah tangga, namun bisa juga sampai pada kematian rohani. Aku percaya itulah sebabnya Alkitab memberikan peringatan keras terhadap persekutuan seperti ini.
Biasanya orang-orang yang ingin mempertahankan "hak"nya untuk tetap bersama dengan teman-teman lama dan mempertahankan gaya hidup lamanya mengajukan argumentasi begini, "Tapi tentunya aku tidak perlu mengisolasi diriku dan hanya bergaul dengan orang-orang Kristen". Ya, tentu saja tidak. Kita adalah "garam dunia" yang memberikan cita-rasa kepada dunia ini dengan kasih Yesus (Matius 5:13-16). Dunia dan seisinya memerlukan orang-orang Kristen. Di mana lagi bisa menemukan Kasih Sejati kalau bukan dalam diri orang-orang Kristen? Meskipun demikian anda tak boleh lupa hal ini: Walaupun kita berada di dalam dunia ini, namun kita tidak pernah boleh menjadi bagian dari dunia ini. Kita harus berhati-hati dan mengarahkan pandangan mata kita kepada Yesus serta segera melarikan diri dari situasi yang mungkin menyebabkan kita tersandung dan mundur dari panggilan surgawi kita (2 Timotius 2:22).
Banyak orang Kristen menggunakan alasan "memenangkan teman-temannya bagi Tuhan" agar mereka bisa tetap hidup dalam dua dunia dengan menginjakkan satu kakinya dalam dunia agar mereka tetap menjadi bagian dari kesenangan-kesenangan duniawi. Allah mengenal hati kita. Bila teman atau partner bisnis anda mengakibatkan kasih anda kepada Allah menjadi "suam" maka lebih baik anda mengorbankan persahabatan anda daripada mengorbankan hubungan anda dengan Yesus. Tak ada hubungan di dunia ini yang lebih penting daripada hubungan anda dengan Bapa di Surga. Jika anda tidak cukup kuat untuk menolak godaan, akuilah hal itu dan jauhilah godaan itu. Jangan kuatir mengenai "kesaksian" anda. Bila anda jatuh setelah mengetahui kebenaran dan mengkhotbahkan kebenaran, maka kesaksian anda itu malahan akan menjadi satu-satunya kesaksian buruk yang diketahui olehnya.
Satu hal yang tidak terpikirkan pada masa awal pernikahan adalah masalah memiliki anak-anak. Masalah ini biasanya belum terpikirkan ketika anda melewati jajaran bangku menuju altar gereja, sebelum upacara pemberkatan nikah dimulai. Entah kapan saatnya, jelas anda akan mulai ingin membentuk sebuah keluarga. Tapi apa yang disebut "keluarga"? Apakah semata-mata kehadiran anak-anak dalam rumah? Atau lebih hakiki lagi? Satu unit keluarga, bagiku, terdiri atas sekelompok orang yang diikat menjadi satu oleh kasih, pengabdian dan keinginan tulus agar sesama anggotanya mencapai tujuan hidup dan potensi rohani yang semaksimal mungkin dalam Allah. Secara tradisi sebuah keluarga terdiri atas ayah, ibu dan beberapa anak. Jumlah anggota keluarga ini bisa besar atau kecil tergantung pada keadaan dan pimpinan Tuhan.
Yang jelas, tanpa kesatuan, tak akan ada "keluarga" dalam arti yang sebenarnya. Tentu anda bisa tinggal di bawah satu atap yang sama, namun tempat tinggal yang sama tidak menjamin terbentuknya keluarga. Dalam pernikahan dengan pasangan tak seimbang, hanya akan ada kebingungan dan kekacauan dalam rumah tangga. Tanpa ikatan kasih kepada Yesus, tak akan ada kesatuan. Bila orang tua tidak seia-sekata dalam mendidik / membesarkan anak-anaknya, maka anak-anak ini akan berusaha untuk tumbuh sendiri. Bila acuan dalam hal disiplin, tanggung-jawab, perangai, sikap mana yang diijinkan atau diterima, yang dipegang ayah berbeda dengan acuan yang dipegang ibu, maka anak-anak akan memperalat orang tua yang satu untuk melawan orang tua yang lain. Dan ketika melihat akibat ini, orang tua akan menyalahkan satu terhadap yang lain. Tentu anak-anaklah yang sebenarnya merupakan korban dalam kancah pertarungan ini, meskipun saat itu mereka belum menyadarinya. Rumah tangga yang terus-menerus dilanda topan seperti ini akan merupakan rumah tangga yang membuat penghuninya tidak betah tinggal di rumah.
Bila dalam rumah tangga, orang tua tidak seia-sekata mengenai siapakah Allah dan apa tanggung-jawab kita terhadap Dia, maka amat sukar bagi anak-anak untuk belajar bagaimana mengenal dan mengasihi Allah. Bila anak-anak mendapat pelajaran yang berbeda dari tiap orang tua, maka mereka akan kebingungan terus dan dipaksa untuk "berpihak".
Anak-anak belajar mengenal Allah melalui teladan yang kita tunjukkan kepada mereka. Ini faktor terbesar dalam pendidikan anak. Anak-anak sering mengalihkan perasaan-perasaan dan kesan-kesan mereka tentang ayah mereka di bumi dalam hal menerima gagasan mengenai siapakah Allah. Bila ayah mereka seorang yang adil dan mempraktekkan keadilan dan kebenaran dalam kasih dan dorongan yang ilahi, maka gambaran dan pengertian mereka tentang Allah akan baik (Efesus 6:4, Kolose 3:21). Bila sang ayah adalah orang yang tak adil, sikapnya melawan Allah atau tak peduli Allah, maka anak-anak akan mengalami masa sulit (bahkan kelak sebagai orang dewasa) untuk melihat sifat sejati Allah.
Sungguh tidak adil membebani seorang anak kecil dengan beban seperti ini. Dampaknya bukan saja terhadap kenangan masa kanak-kanak mereka yang seharusnya damai dan bahagia, namun bisa saja berakibat sampai pada keselamatan jiwanya. Jangan pernah berpikir untuk melibatkan diri dan terjun dalam rumah tangga yang tak membahagiakan bahkan menyebabkan banyak penderitaan, apalagi melibatkan anak-anak kita yang tak bersalah dalam didikan dan perawatan rumah tangga yang penuh dengan pergumulan dan kebingungan.
Bila saat ini anda sedang berpikir untuk menikah dengan orang yang tak percaya, apakah harapan anda untuk membesarkan anak-anak bagi Tuhan merupakan harapan yang realistik? Padahal anda sendiri bahkan tidak dapat menyerahkan hal sepenting pernikahan anda kepada-Nya. Ingin kukatakan, bahwa prospeknya akan jauh meleset dari apa yang anda harapkan dan inginkan.
Orang-orang Kristen yang memasuki pernikahan dengan orang tak seiman tidak akan pernah mengalami kepuasan dan kekayaan yang sebenarnya Allah rencanakan untuk mereka alami dalam sebuah pernikahan Kristen. Mereka tidak akan pernah menikmati keintiman sejati juga berkat dalam keluarga yang disatukan oleh ikatan kasih Yesus. Kenyataannya bukan mengalami ikatan kasih, namun sebaliknya justru "belenggu" frustrasi dan ketidakpuasan yang akan mengarah kepada perpisahan atau perceraian. Kasih Sejati hanya mungkin anda dapatkan melalui pengenalan akan Allah, jika untuk sesama manusia anda memiliki kasih yang tidak mementingkan diri sendiri, kasih yang tidak berkompromi, yakni kasih yang berasal dari Allah, dan anda menempatkan nilai-nilai kasih ini di atas nilai-nilai yang bertitik tolak dari kepentingan diri sendiri. Segala sesuatu akan tampak pudar bila dibandingkan dengan nilai-nilai sejati ini. Jangan bodoh! Jangan mau terima begitu saja sesuatu yang kurang dari yang terbaik yang disediakan Allah bagi anda. Jika anda dipanggil untuk menikah, maka Allah memiliki pasangan yang tepat dan sempurna untuk anda. Namun waspadalah, iblis si musuh juga senang menjodoh-jodohkan.
Percayalah kepada Tuhan, berjalanlah dalam ketaatan, dan Dialah yang akan memenuhi kebutuhan anda pada saat-Nya dan dengan cara-Nya. Bersandarlah pada pengertian anda sendiri dan paksakanlah diri anda untuk mengikuti cara anda, kemudian lihatlah - anda boleh jadi mendapatkan apa yang anda cari, dan hanya sampai di situ. Lalu anda akan menyesalinya seumur hidup. Percayalah kepada Allah. Dia tidak akan membuat anda tersesat.
Sebagai penutup, aku ingin mengatakan satu hal ini. Bila anda kini sedang atau pernah berpacaran dengan orang tak percaya (padahal anda mengaku sebagai orang Kristen), sebaiknya anda memeriksa hati anda di hadapan Allah. Bila anda bisa menemukan kedamaian dan kepuasan dalam hubungan dengan orang yang tidak mengasihi Allah, maka anda harus bertanya kepada diri sendiri seberapa dalam cinta anda kepada Allah. Bila ternyata anda menyadari bahwa ada banyak persamaan pada diri anda dengan seorang yang berjalan dalam kegelapan... maka mungkin penyebabnya adalah karena kalian berdua berjalan pada jalan yang sama! (1 Yohanes 1:6-7, Yohanes 3:21).
Jangan menipu diri! Orang yang mengasihi Allah dengan tulus tidak pernah dengan sadar sekaligus menyatukan diri dengan orang yang mengasihi dunia. Jangan pernah berpikir untuk menyerahkan kehidupan anda dalam pernikahan dengan orang yang tidak berTuhan, kecuali bila anda tidak keberatan untuk menjalani kehidupan tidak berTuhan. Kumohon, berdoalah untuk hal-hal yang kita bahas bersama dalam artikel ini, dan cepatlah menanggapi apa yang Allah katakan di hati anda. Aku amat mengasihi anda, dan aku berdoa agar anda bisa mencapai potensi setinggi mungkin dalam Kristus Yesus kala anda mau mentaati-Nya dalam segala hal. Kiranya Allah memberkati anda dalam mencari wajah-Nya.
Sumber: Green, Melody. 1982, 1984. "Why You Shouldn't Marry or Date an Unbeliever". Lindale, Texas, USA: Last Days Ministries. Kode LD#44
Thx for the artikel. Happy Tuesday, silahkan menikmati siaran Dating INSIGHT on YouTube Dating INSIGHT G-4: Tidak baik manusia seorang diri saja…: http://youtu.be/7EgeN-oXl7k Www.datinginsightindonesia.wordpress.com