visit us: www.m.bagimunegeri.com
oleh : Andrew Murray
Tidak ada pohon yang dapat tumbuh kalau tidak pada akarnya sendiri. Lalu apakah inti dan hakekat dari tabiat Juruselamat kita? Hanya satu jawaban: kerendahan hati-Nya. Bukankah inkarnasi-Nya dalam wujud manusia merupakan wujud kerendahan hati-Nya yang mulia? Ia mengosongkan diri-Nya dari keilahian-Nya dan menjadi manusia. Apakah arti kehidupan-Nya di dunia, bila Ia tidak mengambil rupa seorang hamba? Dan apa arti pengorbanan-Nya bila tidak disertai kerendahan hati? "Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib" (Filipi 2:8).
Apa arti kebangkitan dan kemuliaan-Nya tanpa kerendahan hati-Nya? Justru karena kerendahan hati-Nya maka Ia ditinggikan dan dimahkotai dalam keagungan.
"Ia telah merendahkan diri-Nya... itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama" (Filipi 2:8-9). Ketika bersama Bapa-Nya di surga, dalam kelahiran-Nya, dalam kehidupan-Nya di dunia, dalam kematian-Nya, dalam kedudukan-Nya di atas tahta mulia... Ia tetap rendah hati. Semuanya itu merupakan wujud kerendahan hati-Nya.
Kristus merupakan kerendahan hati Allah dalam wujud manusia. Karena kasih, Ia mengorbankan kemuliaan diri-Nya, dalam kesabaran dan kelemahlembutan-Nya... demi memenangkan, melayani dan menyelamatkan kita. Kasih dan kerendahan hati ilahi membuat Dia menjadi penolong dan hamba bagi kita semua. Demikianlah Kristus merupakan inkarnasi dari kerendahan hati Allah. Kini Ia masih berada di hadapan Tahta sebagai Anak Domba Allah yang lemah lembut.
Sifat akar suatu jenis pohon akan tampak pada setiap cabang, daun dan buahnya. Jika kerendahan hati merupakan inti dan segi paling utama dari kehidupan Yesus... jika kerendahan hati merupakan rahasia pengorbanan-Nya, maka kesehatan dan kekuatan kehidupan rohani kita seluruhnya bergantung pada bagaimana kita menempatkan kerendahan hati sebagai prioritas dalam kehidupan kita. Apakah hal ini menjadi priortitas utama kita? Kita perlu menjadikan kerendahan hati-Nya sebagai hal utama yang kita kagumi dari diri-Nya... hal utama yang kita minta dari-Nya... dan sebagai sesuatu yang untuknya kita rela mengorbankan segala sesuatu.
Janganlah heran dengan kehidupan kekristenan yang begitu sering tidak berbuah, kalau inti kehidupan Kristus ini kita abaikan. Kita harus memiliki kerendahan hati sedemikian rupa sehingga tidak ada satupun yang kita simpan untuk diri kita. Ya... sampai taraf berakhirnya keakuan kita. Kerendahan hati yang tidak menginginkan kehormatan dari manusia. Seperti Yesus, seyogyanya kita mengharapkan kehormatan yang datang dari Allah saja. Kerendahan hati yang tidak mempersoalkan diri sendiri lagi. Allah menjadi segalanya bagi kita dan hanya Tuhan yang kita tinggikan.
Yohanes adalah murid yang amat erat hubungannya dengan gurunya. Dalam Injilnya, Yohanes mencatat kehidupan Tuhan dari dekat. Yesus kerapkali berkata mengenai hubungannya dengan Bapa, motivasi-motivasi pelayanan-Nya dan hakekat kuasa serta kekuatan dalam pelayanan-Nya. Walaupun kata "rendah hati" tidak tercantum dalam Injil Yohanes tetapi dalam Alkitab kita dapat melihat jelas tindakan-tindakan rendah hati dalam kehidupan-Nya.
Sebenarnya rahmat kerendahan hati merupakan tanggapan kita sebagai makhluk ciptaan-Nya, bahwa kita mau menjadikan Allah sebagai segalanya, serta menyerahkan diri kita hanya dalam pekerjaan-Nya. Dalam diri Yesus kita dapat melihat bahwa sebagai Anak Allah dan sebagai manusia, dengan rela hati Ia merendahkan diri-Nya sampai ke posisi yang paling hina demi kehormatan dan kemuliaan Allah.
Apa yang Yesus ajarkan kepada para murid-Nya tentang diri-Nya merupakan kebenaran tentang diri-Nya. "...dan barangsiapa merendahkan diri, Ia akan ditinggikan" (Lukas 14:11). Perhatikan kata-kata yang Ia ucapkan tentang hubungan-Nya dengan Bapa. Betapa sering Ia menggunakan kata-kata seperti "bukan Aku", "bukan dari diriKu sendiri". Ungkapan "bukan aku" juga dipakai oleh rasul Paulus untuk menyatakan hubungannya dengan Kristus. Ungkapan sama yang digunakan oleh Kristus dalam hubungan-Nya dengan Bapa.
"Sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya" (Yohanes 5:19).
"Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk melakukan kehendakKu, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku" (Yohanes 6:36)
"AjaranKu tidak berasal dari diriKu sendiri..." (Yohanes 7:16).
"...dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diriKu sendiri" (Yohanes 8:28).
"Dan Aku datang bukan atas kehendakKu sendiri melainkan Dialah yang mengutus Aku" (Yohanes 8:42).
"Tetapi Aku tidak mencari hormat bagiKu..." (Yohanes 8:50)/
"...apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diriKu sendiri..." (Yohanes 14:10).
Perkataan-perkataan ini menjelaskan kepada kita secara mendalam mengenai kehidupan dan pekerjaan Kristus, juga memberitahukan kepada kita bagaimana Allah yang Mahakuasa sanggup melakukan karya keselamatan yang sempurna melalui Yesus. Ucapan-ucapan Yesus ini mengajarkan kita hakekat karya keselamatan yang telah Yesus lakukan bagi kita, yaitu bahwa Ia membuat diri-Nya tidak berarti supaya Allah menjadi segalanya.
Ia menyerahkan diri-Nya, kehendak-Nya, kuasa-Nya secara keseluruhan agar Bapa bekerja melalui Dia. Tentang kuasa yang Ia miliki, kehendak diri-Nya, kemuliaan-Nya, misi-Nya, pelayanan-Nya dan ajaran-Nya, Ia berkata semua itu "bukan dariKu". Aku tidak berarti. Aku telah memberikan diriKu kepada Bapa agar Ia bekerja melalui Aku, dan Aku tidak berarti apa-apa. Bapalah segalanya.
Yesus menggantungkan kehidupan-Nya yang penuh penyerahan diri sepenuhnya kepada Bapa. Kehidupan Yesus ini menunjukkan bahwa kehidupan yang demikian merupakan kehidupan yang damai dan bahagia sejati. Dengan memberikan segalanya kepada Bapa, Ia tidak kehilangan apapun. Allah menghargai penyerahan-Nya, dan melakukan segala sesuatu bagi-Nya, dan akhirnya Ia meninggikan Yesus duduk di sebelah kanan-Nya dalam kemuliaan-Nya. Dan karena Yesus telah merendahkan diri-Nya di hadapan Allah serta selalu hidup di hadapan-Nya, maka Yesus sanggup merendahkan diri-Nya juga di hadapan manusia dan menjadi hamba bagi semua orrang. Kerendahan hati Yesus sesungguhnya merupakan penyerahan diri-Nya kepada Allah, yaitu mengijinkan Bapa melakukan apapun terhadap diri-Nya sesuai dengan kehendak Allah, tanpa peduli apa yang dikatakan orang tentang diri-Nya atau apapun yang mereka lakukan terhadap-Nya.
Kita melihat kerendahan hati dalam kehidupan Yesus ketika Ia mencurahkan isi hati-Nya kepada kita. Sekarang mari kita mendengarkan pengajaran-Nya. Sebenarnya apa yang Ia katakan tentang kerendahan hati dan seberapa jauhkah Ia mengharapkan manusia (khususnya para pengikut-Nya) untuk rendah hati seperti diri-Nya sendiri. Marilah kita mempelajari beberapa ayat di bawah ini dengan saksama untuk mengerti betapa sering dan betapa sungguh-sungguhnya Ia mengajarkan mengenai kerendahan hati.
Kerendahan hati!! Betapa sedikitnya hal ini dikhotbahkan! Betapa jarang dilakukan! Kita tidak merasa dan menyadari ... bahwa kita tidak rendah hati... apalagi mengakuinya! Betapa jarang kita hayati! Aku tidak mengatakan bahwa tidak ada orang Kristen yang mencapai tingkat tertentu dari kerendahan hati Yesus. Yang kumaksud adalah betapa sedikit orang-orang berpikir untuk menjadikan kerendahan hati sebagai objek tujuan dan harapan atau doa mereka! Betapa sedikit perwujudannya dalam kehidupan kita sehari-hari! Dunia jarang sekali melihatnya dalam diri kita. Bahkan di lingkungan gereja hal ini jarang sekali terlihat.
"Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah Ia menjadi pelayanmu... (Matius 20:26). Kita semua paham bagaimana sifat seorang pelayan atau hamba yang setia: mengabdi pada kepentingan majikannya, dengan tulus mempelajari dan berusaha memperhatikan apa yang dapat menyenangkan hati tuannya, bersukacita atas kesejahteraan, kehormatan dan kebahagiaan majikannya. Pelayan-pelayan seperti ini bisa kita jumpai di dunia. Bagi mereka, pengabdian sebagai "hamba" mengandung satu arti saja: kemuliaan bagi tuannya.
Memahami bahwa kita boleh menyerahkan diri kita sebagai pelayan-Nya... sebagai hamba Allah... sesungguhnya merupakan sukacita baru dalam kehidupan Kristen. Ya... memahami bahwa melayani Dia merupakan kebebasan teragung, bahkan dalam bentuk kebebasan dari dosa dan keakuan. Berapa banyak dari antara kita yang menghayati kehidupan Kristen seperti ini? Kini kita perlu memahami pelajaran lain, yakni Yesus memanggil kita menjadi hamba bagi sesama manusia... untuk saling melayani. Ketika kita mau menerimanya sepenuh hati, maka pelayanan ini akan menjadi berkat terbesar bagi kita, ya... suatu kebebasan yang baru dan yang lebih penuh... kebebasan ari dosa dan keakuan kita...
Mula-mula mungkin terasa sulit. Penyebabnya keangkuhan kita masih berperan sebagai sesuatu yang penting dalam diri kita. Kala kita sampai pada pemahaman bahwa menjadi "bukan apa-apa" di hadapan Allah berarti kesejahteraan bagi sesama kita dan merupakan sifat Yesus serta sukacita surgawi, maka kita akan dengan sepenuh hati menyambut disiplin dalam pelayanan bahkan juga dalam melayani orang-orang yang membawa kesulitan bagi kita. Kala kita menetapkan hati kita untuk menerima pengudusan sejati ini, maka kita akan rindu untuk mengerti arti "merendahkan diri" yang diajarkan Yesus. Pada keadaan demikian, tidak ada lagi yang terlalu rendah derajatnya atau terlalu hina bagi kita. Tidak ada pelayanan yang terlalu rendah nilainya atau terlalu menjemukan... Ya, bila kita boleh diijinkan untuk membagikan Juruselamat kepada dunia ini... dan membuktikan persekutuan kita dengan Dia yang berkata, "Tetapi Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan" (Lukas 22:27).
Saudaraku, inilah jalan yang harus Anda tempuh untuk mencapai kehidupan yang lebih mulia. Turun... turun... semakin turun...! Begitulah maksud perkataan Yesus ketika menjawab para murid-Nya mengenai bagaimana menjadi yang terbesar dalam kerajaan-Nya. Jangan mencari atau meminta penghormatan... hal ini adalah bagian Allah... Allah yang berhak! Perhatikan dengan saksama apakah dalam kehidupan ini anda tetap semakin merendahkan hati... tidak menonjolkan diri di hadapan Allah dan manusia... hanya menjadi hamba... Itulah pekerjaan Anda! Jadikanlah sebagai tujuan dan pokok doa anda!
Allah itu setia. Seperti air selalu mengalir ke tempat yang lebih rendah dan mengisi tempat yang paling rendah, demikian juga saat Allah menemukan seseorang merendahkan diri dan "mengosongkan" diri menjadi "bukan apa-apa", maka kemuliaan dan kuasa-Nya akan mengalir dan mengisinya untuk meninggikan dan memberkati orang itu. Kita harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh hal ini saja: Yang merendahkan dirinya akan ditinggikan. Hal-hal lain merupakan bagian Allah. Dengan kuasa dan kasih-Nya yang mulia, Ia akan mengerjakan bagian-Nya... meninggikan mereka yang merendahkan dirinya!
Orang-orang umumnya berpendapat bahwa jika kita lembut dan rendah hati maka kehormatan, keberanian dan harga diri akan terampas dari kita. Andai saja kita mau percaya bahwa menjadi rendah hati merupakan kehormatan dalam Kerajaan Surga. Andai saja kita mau percaya bahwa inilah kemuliaan Yesus... sebagai Raja Surga, Ia sendiri memberikan teladan ini! Merendahkan diri dan menjadi hamba bagi semua orang merupakan tabiat Allah! Inilah jalan menuju sukacita dan kemuliaan yang Kristus tunjukkan di hadapan kita... agar kuasa-Nya tinggal di dalam kita.
Yesus yang lembut dan rendah hati memanggil kita semua untuk belajar dari Dia bagaimana menelusuri jalan Allah. Pelajarilah ucapan-ucapan-Nya sehingga hati kita dipenuhi pemikiran ini: Satu-satunya yang kubutuhkan adalah kerendahan hati. Percayalah bahwa apa yang diteladani-Nya itulah yang diberikan-Nya untuk kita juga. Sebagai pribadi yang lembut dan rendah hati, Ia akan datang dan tinggal dalam hati setiap orang yang merindukan diri-Nya.
Kini aku ingin memberikan satu nasehat yang sudah teruji. Dengan segenap kekuatan hati anda, secara konsisten untuk tetap mengikuti pola doa ini: Mintalah Allah memberitahu, menyingkap, dan mengangkat segala bentuk dan tingkat kesombongan yang bercokol di hati anda... yang berasal dari roh-roh jahat maupun sifat-sifat buruk anda sendiri. Berdoalah agar Ia menyadarkan dan menginsafkan Anda dengan pengertian kebenaran terdalam mengenai kerendahan hati sehingga Anda layak menerima terang-Nya dan Roh Kudus-Nya.
Ketika Domba Allah melahirkan kerendahan hati, kelembutan serta kepasrahan sejati dalam jiwa anda... saat itulah lahirnya Roh kasih dalam diri anda. Lalu jiwa anda akan dipenuhi damai dan sukacita agung dalam Allah... dan kehidupan baru ini akan menghapus semua kenangan yang sebelumnya anda anggap sebagai damai dan sukacita.***
Andrew Murray lahir pada tahun 1828 di Afrika Selatan. Beliau putera seorang pendeta berdarah Skotlandia. Setelah menempuh pendidikan di Skotlandia dan Belanda, Murray kembali ke Capetown pada tahun 1864 dan menjadi pendeta terkenal, penginjil, guru dan penulis buku. Meskipun beliau telah meninggal pada tahun 1917, namun banyak di antara buku-bukunya yang bertema doa dan pemuridan tetap hidup dan menjadi buku-buku Kristen klasik yang tetap memberkati banyak orang sampai kini.
Sumber: Murray, Andrew. 1990. "Humility, the Strength of the Lamb". Lindale, Texas, USA: Last Days Ministries. Kode : (LD#118).