visit us: www.m.bagimunegeri.com
Allah kita adalah Allah yang bertindak. Dari kitab Kejadian sampai Wahyu kita membaca tentang Allah yang "tidak terlelap dan tidak tertidur" (Mazmur 121:4).
Ketika Allah mulai tampil menyatakan diri-Nya maka mulailah terjadi sesuatu - dan terjadi dengan cara yang luar biasa. Tiang api, laut terbelah, air sungai menjadi darah, gempa, banjir... Alkitab menjadi buku paling penuh aksi yang pernah ditulis!
Hal itu terjadi karena Penulisnya benar-benar terlibat penuh dengan ciptaan-Nya. Ia tetap berinteraksi dengan umat-Nya dalam rangka melaksanakan rencana dan tujuan-Nya yang dinamis - bukan hanya bagi kehidupan umat-Nya, namun mencakup semua bangsa dan budaya. Alkitab bersaksi dengan jelas bahwa setiap orang yang menyerahkan hidupnya bagi Tuhan akan berkiprah dalam badai aksi dan petualangan karena memang demikianlah sifat Allah.
Abraham adalah seorang gembala yang mapan dan "terhormat" sampai ia bertemu Allah. Kemudian ia mengalami petualangan demi petualangan dalam mengikuti perintah Tuhan untuk "keluar dari negerimu... ke tanah yang akan Kutunjukkan kepadamu".
Musa terperangah dengan semak menyala lalu mulailah petualangannya yang tak masuk akal, yang untuk mengisahkannya secara tuntas memerlukan empat buku. Yosua mengalami mujizat demi mujizat dalam memimpin umat Allah mencapai kemenangan menghadapi rintangan-rintangan luar biasa. Daud seorang gembala sederhana yang mengasihi Allah, tiba-tiba menjadi pusat perhatian bangsanya: membunuh Goliat sang raksasa yang menggetarkan setiap prajurit Israel, membawa kemenangan bagi bangsanya melawan musuh dan kemudian menjadi raja terhebat yang pernah dimiliki Israel. Daniel tetap berlutut dalam doa, yang membawa dirinya ke gua singa-singa ganas dan lapar. Paulus bertemu Yesus ketika menganiaya Gereja-Nya. Ia tersungkur dan buta, memberi pelayanan khotbah yang dinamis, lalu terus memenangkan dunia bagi Kristus, dan menulis surat-surat dalam Perjanjian Baru.
Sejak awal sejarah, fokus aktivitas Allah adalah ciptaan-Nya yang paling dikasihi-Nya, yakni manusia. Alkitab adalah dokumentasi sejarah yang menuliskan dengan baik mengenai bagaimana Allah selalu menjangkau kita secara aktif. Sejak kitab Kejadian, yakni sejak manusia jatuh dalam dosa, dan dari abad ke abad, Allah tidak pernah menyerah dalam mengurus kita. Sayangnya, kesaksian waktu sepanjang sejarah berkisah sedih tentang satu hal saja: Ketika Allah selalu dengan agresif berusaha menjangkau manusia, maka manusia tidak selalu berusaha menyambut Allah dengan agresif!
Perjanjian Baru penuh berisi perintah Allah, dan perintah-perintah itu adalah perintah yang aktif, seperti halnya Dia aktif. Yesus berkata, "Ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia...", "Pergilah ke seluruh dunia..." (Markus 16:15), "...sembuhkanlah orang sakit...", "beritakanlah Injil...", "berilah makanan bagi yang lapar", "pikullah salibmu..." dan seterusnya... Hanya satu perintah pasif kutemukan dalam Perjanjian Baru. Perintah apakah itu?
Tepat sebelum naik ke surga Yesus memerintahkan para murid-Nya untuk "...menunggu apa yang dijanjikan BapaKu" Apakah yang dijanjikan Bapa? Pencurahan Roh Kudus. Apakah hasil pencurahan itu? "...kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi." Satu-satunya perintah pasif yang pernah Yesus berikan kepada murid-murid-Nya adalah perintah "tunggu", namun semua itu agar mereka dapat dipersiapkan dan diterjunkan dalam aksi yang mengubah dunia! Dalam sudut pandang Allah yang berorientasi aksi, tidaklah mengherankan bahwa buku yang memuat peristiwa-peristiwa dan hasil-hasil dramatisnya ini disebut Kisah Perbuatan Para Rasul.
Meskipun Allah menyatakan diri-Nya sebagai Bapa yang bertindak, namun hanya sedikit dari kita yang mencerminkan sifat-Nya ini. Kita dapat berkata-kata dengan tepat, namun cara hidup kita sehari-harilah yang mengukur konsep dan komitmen kita pada keTuhanan Kristus yang aktif. Tidak pernah kulupakan peristiwa sedih yang selalu tercatat dalam benakku yang ingin kuceritakan berikut ini.
Ketika itu aku baru saja menyampaikan khotbah tentang misi di sebuah gereja yang besar di Chicago. Kira-kira 75 orang tersentuh dan mereka berkumpul di altar untuk mendapat informasi lebih lanjut. Ketika itu ada seorang lelaki yang menungguku sampai semua orang sudah pergi, barulah ia mendekatiku. Ketika kuketahui ia seorang dokter, maka aku menawarkan agar ia menggunakan ketrampilannya di ladang misi dalam program satu atau dua minggu. Ia menjawab santai, "Aku benar-benar suka hal itu, namun praktek sebagai dokter benar-benar menyibukkan dan menyita waktu." Dengan nada penuh permintaan maaf ia menambahkan, "Aku benar-benar akan melakukan apa saja bagi Tuhan bila Ia memintaku untuk itu". Aku merasa resah mendengar pernyataannya namun aku tidak mengerti mengapa aku resah. Belakangan aku berusaha memikirkan hal itu lagi, dan benar-benar membuatku kaget. Dokter itu memiliki konsep pasif terhadap keTuhanan Kristus!
Konsep ini dapat dirangkum dalam pernyataan / ucapan yang kudengar dari mulut ratusan orang-orang Kristen yang tulus: "Hidupku, waktuku, uangku, rumahku, mobilku, dan apa saja yang kumiliki adalah milik Tuhan. Kapan saja Ia inginkan semua itu, Ia hanya tinggal memintanya". Kedengarannya hebat, namun sebenarnya jauh dari klaim bahwa kita dan semua yang kita miliki adalah milik Kristus. Kesannya adalah Tuhan belum jelas mengungkapkan bahwa kita harus menggunakan seratus persen waktu, bakat dan harta milik kita untuk melaksanakan tujuan-tujuan kerajaan Allah dalam arah pimpinan-Nya. Kesan lainnya adalah kita berada dalam "siaga penuh" dan dapat meneruskan penghidupan kita sehari-hari sampai kita diinterupsi oleh Allah. Jadi kita meletakkan seluruh tanggung jawab pada Dia. Maksudnya tanggung jawab untuk mencampuri dan mengarahkan kita kembali "jika" Ia ingin sesuatu dari kita.
Dalam konsep pasif ini, kita memandang waktu, bakat dan harta milik kita sebagai "milikku" dan kita yang mengurusnya, sampai secara spesifik Allah meminta sesuatu. Dalam keTuhanan yang aktif, kita berkata, "Waktu, bakat dan harta milikku sudah seratus persen milik-Mu, Tuhan. Lalu bagaimana Engkau ingin aku menggunakan semua itu untuk kemuliaan-Mu?"
Setiap orang Kristen percaya mutlak pada keTuhanan Kristus. Karena itu si musuh harus mencanangkan dan menjalankan strategi yang licin untuk memudarkan sehingga kepercayaan mutlak ini tercabik, dan untuk memudarkan tuntutan-tuntutan praktisnya dalam hidup kita. Kita biasanya selalu tergelincir ke dalam jenis pemikiran persetujuan mental ini dengan antusias; Kita berpikir bahwa cukup secara mental kita setuju dengan keTuhanan Kristus. Kita menipu diri kita dengan berputar-putar pada pendapat begitu dalam pikiran kita (bahwa cukup setuju secara mental saja) sehingga akibatnya kita terjauh dari kerja keras meraih kehendak Allah dalam tiap daerah kehidupan kita. Jadi kita hidup dalam fantasi yang amat dekat dengan kebenaran, dan kita tidak menyadari bahwa semua itu hanyalah tipu muslihat.
Konsep keTuhanan yang Pasif ini dapat membuat kita terlena dan tertidur dalam rasa aman yang keliru. Kita berpikir bahwa Allah sudah amat bersukacita dan berkenan atas kita karena kita ingin atau berminat melakukan sesuatu bagi Dia. Namun Yesus berkata, "Jika seseorang ingin menjadi murid-Ku, ia harus meninggalkan segalanya dan mengikut Aku." Yesus tidak berkata, "Ia harus ingin meninggalkan segalanya". Ia berkata bahwa kita harus meninggalkan segalanya. Karena "tidak seorangpun dapat menjadi murid-Ku tanpa meninggalkan segala miliknya" Diserahkan kepada siapa? Kepada pengendalian yang total dan aktif setiap hari dari Raja atas segala raja dan Tuhan atas segala tuan karena kita adalah pengurus dari semua yang kita miliki.
KeTuhanan yang pasif adalah mengenai waktu yang akan datang, dimana kita bermaksud untuk melayani atau memberi, hanya saja tidak pada saat ini atau sekarang ini. Namun keTuhanan yang aktif adalah mengenai waktu sekarang ini. Kita berkata, "Tuhan tunjukkanlah kepadaku bagaimana memakai segala yang Kaupercayakan kepadaku hari ini, demi mencapai tujuan-tujuan-Mu".
KeTuhanan yang aktif memberi rasa pasti, namun keTuhanan yang pasif menanamkan rasa samar - bahwa pada suatu hari nanti aku akan melakukan "sesuatu" bagi Allah. Tuhan sama sekali tidak terkesan pada orang-orang yang bermaksud baik memberi Dia waktu luang atau sedikit waktu dari tahun-tahun pensiunnya kelak setelah anak-anak dewasa dan menikah / bekerja. Allah hanya terkesan pada orang-orang yang seperti halnya Yesus berkata, "Aku harus selalu berada dalam pekerjaan Bapa", yakni orang-orang yang memberi-Nya tempat pertama atau prioritas utama dalam segala hal sekarang juga!!
Sikap keTuhanan yang Pasif membuat kita amat mudah tergelincir untuk menjadi seperti para rohaniwan dalam perumpamaan "orang Samaria yang baik hati", di mana sehari-hari kita dihadapkan pada kebutuhan dunia ini akan terang-Nya namun kita melewatkan kesempatan ini tanpa melakukan apapun. Apakah kita sedang menunggu dari surga Allah berkata agar kita menolong mereka yang terhilang dan terluka? Allah sudah memberikan amanat itu!! "Pergilah ke seluruh dunia..." (Markus 16) bermakna dalam gaya hidup Kristen kita sehari-hari, serta lebih dari sekadar makna mental. Namun kita masih saja membatasi perintah ini dengan berpikir bahwa penerapannya hanya pada misi penginjilan di negara asing dan hanya bagi orang-orang tertentu yang hebat penyerahan dirinya, dan menurut kita, jumlah orang seperti ini hanya sedikit. Imam dan orang Lewi itu gagal mengenal sesamanya sebagai bagian dari "dunia" dan bahwa mereka sudah dipanggil untuk memberi pelayanan kasih tepat di tempat mereka berada..
Kalau dokter memberi anda resep maka anda tidak menunggu dokter itu menelepon anda empat kali sehari dan berkata, " minum pil anda sekarang". Aturan pakai obat sudah tertera pada botolnya. Namun mereka yang hidup dalam keTuhanan yang pasif mengharap-harap Allah berulangkali menyatakan kembali amanat-amanat-Nya dengan jelas sebelum mereka mengambil satu langkah ketaatan.
Seorang pemuda datang kepada William Booth, pendiri Bala Keselamatan yang semangatnya berapi-api itu. Pemuda itu berkata, "Aku benar-benar suka melayani Tuhan sepenuh waktuku, namun aku belum mendengar panggilan dari Allah". Dengan terperangah heran William Booth memandang pemuda itu dan menjawab, "Apa? Anda berkata bahwa anda belum pernah menerima amanat? Maksudnya anda belum mendengar tentang Amanat Agung* itu? (*Matius 28:18-20).
Matius pasal 25 memberi kita gambaran mengenai keTuhanan yang aktif dan pasif. Seorang kaya pergi dalam perjalanan lama dan jauh serta mempercayakan kekayaannya pada tiga orang hambanya. Setiap orang diberinya modal dalam jumlah yang berbeda sesuai dengan kemampuan mereka, dan masing-masing diberi kebebasan untuk memakainya menurut apa yang terbaik menurut mereka. Ketika tuan itu kembali dari perjalanan, ia mendapatkan dua orang hambanya setia, yakni mereka secara aktif berusaha memakai segala yang diberikan kepada mereka. Seolah-olah kudengar hamba-hamba itu berkata, "Kami tahu maksud tuan kami, jadi bagaimana kami memakai segala sumber daya ini lebih jauh untuk mencapai tujuan itu". Namun hamba ketiga mengambil jalan pasif.
"Kini datanglah juga hamba yang menerima satu talenta itu dan berkata: Tuan, aku tahu bahwa tuan adalah manusia yang kejam yang menuai di tempat di mana tuan tidak menabur dan yang memungut dari tempat di mana tuan tidak menanam. Karena itu aku takut dan pergi menyembunyikan talenta tuan itu di dalam tanah: Ini, terimalah kepunyaan tuan!" (Matius 25:24-25).
Aku yakin bahwa ketakutan adalah alasan terbesar mengapa banyak orang percaya tidak secara agresif mengejar keTuhanan yang aktif ini.
Baru-baru ini sekelompok muda-mudi Kristen sejumlah 100 orang diminta menjawab dua pertanyaan secara jujur. "Apakah anda takut bahwa bila anda menyerahkan diri secara total kepada Kristus, maka Ia akan mengutus anda ke suatu tempat di bumi ini, yakni tempat yang anda tidak ingin pergi ke sana?" Pertanyaan kedua: "Apakah anda takut bila anda menyerahkan diri secara total kepada Kristus, maka Ia akan menyuruh anda menikah dengan orang yang anda tidak sukai?" Percayakah anda bahwa 95 orang menjawab sejujurnya bahwa mereka takut diutus ke tempat yang mereka tidak suka dan 100 orang percaya bahwa Tuhan akan menyuruh mereka menikah dengan orang yang mereka tidak suka!!
Seperti hamba penakut dalam perumpamaan ini, banyak orang memiliki gambaran keliru tentang Allah, yakni gambaran bahwa Ia adalah pemberi tugas yang akan membuat hidup mereka merana dan suka mengambil segala yang menyukakan hati mereka bila mereka berserah sepenuh hati kepada-Nya. Namun Yesus mengajarkan hal yang justru sebaliknya! Hamba yang tidak dengan aktif berusaha sebijak mungkin menggunakan apa yang dipercayakan kepadanya, justru mengalami segalanya diambil darinya dan ia sendiri dibuang ke dalam kegelapan. Dan hamba lain disebut setia dan menerima berkat lebih besar. Seperti hamba-hamba ini, kita hanya pengurus dari segala yang Tuhan berikan kepada kita, dan suatu hari nanti kita akan harus mempertanggungjawabkan bagaimana kita menggunakan semua itu kepada-Nya.
Bila kita bersikap pasif terhadap keTuhanan Kristus, maka kita akan menemukan diri kita terjepit dalam masalah-masalah yang merongrong ini:
A.Kita akan kehilangan pimpinan Allah mengenai arah hidup kita.
"Yesus tahu, bahwa saat-Nya sudah tiba... bahwa Ia datang dari Allah dan kembali kepada Allah" (Yohanes 13:1,3). Ayat ini menjelaskan bahwa Yesus tahu tiga kebenaran dasar mengenai kehidupan dan ketentuan Allah atas Dirinya. Ia tahu dari mana ia berasal, ke mana Ia akan pergi, dan bahwa Ia sedang berada dalam pusat kehendak Bapa. Karena itulah Ia melaksanakan bagian-Nya dalam rencana Bapa dengan tekad, semangat, kepastian dan ketekunan. Menjaga mata-Nya tertuju teguh pada maksud Allah merupakan kunci yang menolong Dia dalam melewati saat-saat paling mengerikan dan memacu-Nya menuju kemenangan! "...Yesus, yang... tekun memikul salib..." (Ibrani 12:2).
Seperti halnya bagi Yesus, bagi setiap pribadi dari kita pun Allah memiliki tujuan unik dalam kerangka rencana-Nya memenangkan umat manusia bagi Dia. Bila kita tidak aktif meraihnya, maka kita tidak akan pernah memenuhi ketentuan yang telah Allah singkapkan pada kita. Mari mengamati tiga daerah penting ini lebih saksama:
Kita boleh jadi bahkan tidak pernah sadar bahwa kita tidak pernah mendapat kata-kata yang jelas dari Tuhan dalam mengejar hal-hal yang kita kejar saat ini. Dalam mengawali sembilan dari sebelas surat-suratnya, Paulus menulis pernyataan yang jelas: "Dari Paulus, yang oleh kehendak Allah dipanggil menjadi rasul Yesus Kristus," (1 Korintus 1:1). Bila kita tidak dapat membuat pernyataan yang sama meyakinkan seperti Paulus tentang panggilan kita, maka kita berada pada keTuhanan yang pasif. Kita harus dapat berkata, "Maria, dipanggil menjadi istri dan ibu rumah tangga, membesarkan anak-anak bagi Kristus oleh kehendak Allah, yakni anak-anak yang akan mengubah dunia bagi kemuliaan Allah". "Supandi, dipanggil sebagai tukang kayu yang sekaligus utusan Injil ke Afrika". "Karmila, dipanggil sebagai insinyur dan terang-Nya dalam profesiku". "Didi, dipanggil untuk mendukung dana dalam pekerjaan kerajaan Allah". "Danu, dipanggil sebagai dokter untuk mengasihi sesama bagi Yesus".
Dengan demikian barulah kita dapat diluncurkan ke dunia ini dengan semangat, arah dan tujuan yang pasti. Bila tidak, kita hanya akan "mengalir" atau pindah, dari umpan yang satu ke umpan berikutnya, selalu merasa tidak aman dengan rencana kita dan tidak yakin ke mana arah hidup kita.
B.Lingkungan kita akan mengendalikan dan membatasi manfaat kita bagi tujuan-tujuan Allah.
"Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan diri dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya" (2 Timotius 2:4). Ayat ini tidak berkata bahwa kita seharusnya tidak pernah terlibat dengan urusan penghidupan sehari-hari. Maksudnya kita harus yakin bahwa urusan penghidupan tidak mengalihkan, mendominasi dan mengendalikan kita. Pertanyaan yang harus anda ajukan kepada diri anda sendiri adalah: Apakah aku dikendalikan dan dibatasi oleh lingkungan / keadaan sekitarku, atau aku yang mengendalikannya sejalan dengan kehendak Allah atas hidupku yang disingkapkan kepadaku.
Akibat keTuhanan yang Pasif adalah bahwa urusan-urusan dan kekuatiran dunia ini (karir, cicilan rumah, cicilan mobil, biaya hidup, jadwal kerja dll) membatasi dan menahan kegunaan kita bagi Allah dengan jalan yang Allah tidak pernah maksudkan. Apakah kita membeli rumah atau mobil sehingga akibatnya kita tidak dapat memberi persembahan yang layak? Atau apakah kita memastikan kehendak Allah atas uang kita terlebih dahulu, baru kemudian kita membeli atau mencicil rumah atau mobil yang cocok dengan rencana anggaran belanja-Nya bagi kita? Kegagalan untuk meraih keTuhanan yang aktif berakibat pada hilangnya kebebasan mengikuti panggilan Tuhan. Kita bisa menjadi seperti orang-orang yang dikisahkan dalam Lukas pasal 14, yakni mereka yang diundang ke pesta, namun berdalih,"Maaf, aku tidak bisa datang, karena aku baru saja membeli ladang" atau "Aku baru kawin", atau "Aku baru saja membeli ternak".
C.Rasa bersalah dan rasa kurang akan membayangi kita.
Bila kita tidak memiliki keyakinan yang dalam bahwa apa yang kita lakukan ada dalam kehendak Allah dan dalam rangka memperluas kerajaan-Nya, maka sukacita kita akan berakhir dengan rasa bersalah. Aku memiliki teman-teman yang merupakan orang-orang Kristen yang setia yang merasa bersalah setiap kali aku berkunjung ke rumah mereka. Tidak dapat dielakkan lagi suatu ketika mereka berkata, "Kami tahu bahwa kami harus menceritakan iman kami lebih banyak lagi. Kami tahu bahwa seharusnya kami memberikan persembahan lebih banyak lagi. Kami tahu bahwa seharusnya kami pergi ke ladang misi. Mungkin suatu hari kelak kami..."
Dengan keTuhanan yang pasif, batin kita akan selalu terganggu oleh perasaan kurang memenuhi standar Allah, khususnya ketika kita bertemu dengan orang-orang yang yakin dengan panggilan dan arah hidup mereka. Paulus tidak dihantui rasa bersalah sekalipun ia dalam keadaan terbelenggu. Ia tidak kekurangan sukacita ketika direndahkan karena ia seorang yang aktif meraih kehendak Allah, yang yakin bahwa keadaan yang sedang dialaminya setiap saat merupakan ketentuan Allah dan ia berada dalam tujuan serta pengendalian-Nya (Filipi 4:11-12).
Mengetahui kehendak Bapa atas hidup kita dan setia menjalaninya merupakan satu-satunya gaya hidup yang membawa sukacita dan kepuasan. Bila kita tidak yakin akan kehendak-Nya, maka kita sama sekali tidak akan tahu apakah kita berkenan kepada-Nya ataukah tidak. Hal ini membuat kita menjadi sasaran empuk si musuh yang suka mengeksploitasi rasa tidak aman dalam diri kita dengan krisis usia setengah baya, krisis identitas, atau menjadikan kita sarang dari berbagai penyakit emosi, mental dan rohani, yang akan menghalangi kita berbuah dan memenuhi panggilan kita.
Perumpamaan penabur dalam Injil Matius 13 mengajar kita tentang "tanah yang baik" yang benar-benar menghasilkan buah dalam tingkat 30 kali, 60 kali dan 100 kali lipat. Kita saat ini memiliki pelayanan, dan dalam pelayanan tersebut kita harus mau membayar harganya dengan disiplin rohani. Aku bertemu dengan banyak orang Kristen yang penuh semangat dan kompetitif namun tidak memenuhi panggilannya karena tidak mau cukup mendisiplin diri dalam mencari tahu kehendak Allah untuk kehidupan mereka. Atau bila mereka tahu kehendak-Nya, mereka pun tidak cukup mendisiplin diri untuk menjalaninya. Banyak orang Kristen tidak memenuhi panggilan ini dengan baik. Mereka menjalani "kehidupan 30 kali lipat" namun rakus akan "kehidupan 100 kali lipat". Padahal "apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Galatia 6:7).
Alkitab berkata bahwa tanda ajaib dan mujizat akan menyertai orang-orang percaya. Bila anda merasa tidak memenuhi panggilan karena anda tidak melihat kuasa Allah menyertai kehidupan dan pelayanan anda, hal ini mungkin karena anda tidak pergi ke mana-mana. Seperti halnya anda tentunya tidak dapat mengikuti mobil yang sedang berhenti di tempat parkir.
Selain korban parah atas kehidupan pribadi kita, pada keTuhanan yang pasif ada akibat lain yang lebih buruk lagi. Efek paling serius dari keTuhanan yang pasif adalah rencana-rencana dan kerinduan-kerinduan Tuhan untuk memenangkan dunia ini akan terhalang. Amatlah mudah untuk merasa nyaman dalam kemapanan kehidupan kita dan lupa bahwa kita sedang dalam peperangan besar untuk bangsa-bangsa di dunia dan jiwa-jiwa terhilang di pelbagai pelosok dunia. Kita lupa bahwa secara pribadi setiap orang Kristen dipanggil untuk menjadi bagian dalam memenuhi Amanat Agung, sebagai tentara pelayanan pendamaian yang menuntun orang-orang kepada Bapa yang penuh kasih (2 Korintus 5:18-20).
Bayangkanlah seperti apa jadinya bila dalam peperangan sang jendral memberi komando dan para tentaranya tidak mendengarkan. Apa yang terjadi bila setiap tentara berusaha mencapai tujuannya masing-masing dan bukan mengerti jelas komando sang pemimpin serta menaatinya. Tidak akan menang perang!! Kekuatan strategis kita akan tercerai berai karena terfokus dalam arah yang berbeda, dan musuh kita akan tetap menjajah. Bukanlah demikian gambaran dunia kita saat ini? Kuasa kegelapan menguasai milyaran manusia bersama dengan struktur kekuasaan utama dunia ini, dan sementara itu tentara Allah berkelana tanpa tujuan yang jelas!
Penghalang utama yang dihadapi Gereja di zaman ini adalah ketakutan dan ketidak-aktifan orang-orang yang terperangkap dalam keTuhanan yang pasif. Doa mutlak diperlukan, -namun perintah Tuhan untuk "menduduki sampai Aku datang kembali" menuntut kita untuk mengambil aksi / tindakan. Hanya satu panggilan Allah dalam Kristus Yesus, dan itulah panggilan ke atas. Tidak ada panggilan ke bawah atau panggilan untuk "hanya berdiri di tempat". Bila anda berdiri saja, maka perlu anda ketahui bahwa barisan bala tentara Allah sedang bergerak dan anda akan tertinggal di belakang.
Kita tidak boleh membiarkan hidup kita seenaknya dengan sikap "tidak peduli" dalam menjalani hidup ini bila dipandang dari terang Amanat Agung. Kita harus memenuhi tugas pribadi kita sebagai Tentara Salib, yakni melepaskan kerinduan yang berpusat diri sendiri sehingga ketentuan Allah atas kita tidak terhalang, dan semua itu demi kerajaan-Nya. Suatu hari kita akan berdiri di hadapan Allah untuk mempertanggungjawabkan bagaimana kita memakai waktu, bakat dan harta milik kita. Marilah kita berikrar untuk mengejar dan meraih keTuhanan yang aktif di setiap daerah kehidupan kita sehingga kita, pada hari yang mulia itu, dapat dipanggil "hamba yang baik dan setia".
Alkitab berkata bahwa orang-orang yang mengenal Allahnya akan melakukan perkara besar. Para rasul tidak pernah memenangkan dunia ini bagi Kristus bila mereka tidak menjadi pahlawan dan martir. Kita mempunyai penghargaan untuk menjadi bagian dari armada tentara yang paling tua, dinamis dan menang, yakni tentara yang berbaris melawan kuasa kegelapan sejak awal sejarah alam semesta! Namun Allah bukan sedang mempersiapkan tentara untuk perang di masa mendatang. Tentara-Nya sedang berperang melawan kuasa kegelapan saat sekarang ini juga! Pertanyaan satu-satunya adalah: Apakah anda termasuk dalam armada-Nya? Apakah anda dalam Tugas Aktif, atau sebagai Cadangan yang sedang menunggu panggilan? ***
Tentang Penulis:
Fred Markert bergabung di Youth With A Mission (YWAM ) sejak tahun 1978. Ia melayani sebagai gembala jemaat di Berlin, Jerman, dan telah melayani lebih dari 20 bangsa. Ia juga merintis misi perkotaan YWAM yang berbasis di New Orleans dan membimbing pekerjaan dinamik dalam kota selama 5 tahun.
Sumber:
Markert, Fred. 1988. "Active or Passive Lordship". Last Days Ministries. Lyndale. TX. USA. LD#94.