visit us: www.m.bagimunegeri.com
Dua konsep tentang Allah ini sebenarnya merupakan warisan umat Israel kuno. Kaum atau golongan Farisi berkhotbah tentang Allah yang menghakimi dan angkara, sementara golongan Saduki menyembah Allah yang menyukai kemewahan dan Allah yang sangat baik. Dua ribu tahun yang lalu, bangsa Yahudi terkurung tanpa harapan dalam sistem keagamaan yang dibentuk oleh dua ekstrim ini. Tetapi ketika Yesus tampil, terjadilah hal yang luar biasa. Yesus bukan saja membebaskan manusia dari hukuman dosa dan maut, namun juga membebaskan manusia dari agama yang mengikat mereka akibat pengajaran kaum Farisi dan Saduki. Ia memberikan kepada umat manusia sesuatu yang sudah lama hilang: gambar yang akurat mengenai siapakah Allah sebenarnya.
Siapakah orang Farisi? Hal pertama yang perlu diingat adalah mereka merupakan kelompok orang-orang yang taat kepada Firman Allah. Mereka bertekad menghafal seluruh Perjanjian Lama yang berjumlah 39 kitab, termasuk kitab Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan Ulangan.
Sekalipun pengetahuan mereka sangat hebat, ternyata mereka kehilangan Yesus. Mereka menjalankan kebenaran Allah, tetapi mereka kehilangan Kristus yang hidup yang sedang berjalan di sisi mereka di jalan-jalan kota Yerusalem. Mereka kehilangan Yesus karena sikap mereka dalam memegang kebenaran. Efesus 4:15 berkata tentang "berpegang teguh pada kebenaran dalam kasih". Meskipun mereka menjunjung tinggi "kebenaran", namun amat menyedihkan ternyata mereka gagal ketika mereka harus mengasihi.
Orang Farisi juga keras. Mereka terus-menerus gagal menggambarkan sifat Allah yang ilahi. Merekalah yang Yesus sebut sebagai orang yang menaruh keberatan atas hal-hal kecil, namun kemudian membuang hal-hal besar. Dengan perkataan lain, mereka jagoan dalam hal-hal sepele. Mereka membesar-besarkan hal-hal yang sebenarnya tidak usah dipersoalkan. Mereka menjalankan kebenaran berapapun harga yang harus dibayar, dan tidak peduli akan akibatnya atas orang-orang yang mereka hancurkan demi membela kebenaran tersebut.
Bahkan murid-murid Yesus harus bergumul melawan sikap seperti ini. Ketika orang-orang Samaria di suatu kota itu menolak kunjungan Yesus, maka dua orang dari murid-murid-Nya berkata, "Tuhan, apakah Engkau mau supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?" (Lukas 9:54). Padahal dengan tegas Ia berkata bahwa "Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang" (Lukas 19:10).
Aku tidak tahu tepatnya harus disebut apa roh seperti ini, namun roh seperti ini ternyata masih ada di zaman ini. Ingatkah anda ketika orang-orang penyesat dibakar hidup-hidup terikat pada tiang yang terjadi pada Abad Pertengahan? Di zaman ini tindakan seperti itu terlarang, jadi kita hanya menulis buku-buku untuk mencela mereka! Entah harus disebut apa hal seperti ini, namun aku menyebutnya roh Farisi.
Roh seperti ini tersebar luas dalam jemaat Kristen. Ada banyak buku dituliskan untuk membahas hal-hal yang sebenarnya tidak usah dipermasalahkan. Amatlah tidak penting membuktikan diri anda benar dalam suatu topik teologia sementara milyaran orang terhilang tanpa Yesus!!!
Namun dari kehidupan orang-orang Farisi kita dapat menarik pelajaran yang berharga, bahwa bisa saja kita mengabdikan diri menjalankan firman Allah, dan pada saat yang sama kita tidak berjalan dalam perintah teragung di atara seluruh perintah-Nya: kasih.
Sebaliknya Saduki adalah kelompok orang kaya yang duduk dan berdialog tentang gagasan-gagasan filosofis. Jadi mereka sejenis klub orang-orang yang makmur dan berkuasa. Mereka mempunyai mental "menghindari bentrokan" sehingga akibatnya mereka hidup dalam kompromi.
Mereka hampir semuanya memegang kekuasaan dan uang. Mereka memperhatikan penampilan jasmani lebih daripada nilai-nilai kekekalan. Bagi orang Saduki, reputasi dalam masyarakat lebih penting daripada hubungan pribadi dengan Allah.
Bila anda mengamati Tubuh Kristus di zaman ini, maka anda akan menemukan banyak sekali berkeliaran Saduki maupun Farisi. Ada banyak orang-orang yang bersedia "membunuh" anda demi sesuatu hal yang menurut mereka "doktrin sesat". Dan di pihak lain juga ada orang-orang yang berkata, "Mari merangkul semua pihak dan usahakanlah mencapai sesedikit mungkin perbedaan. Jika kita berbuat dosa kecil, apa pengaruhnya? Lagipula kita ini manusia yang lemah, bukan?"
Ya, 2000 tahun yang lalu, Kristus berada dalam situasi keagamaan seperti itu. Ia adalah Allah yang menjelma sebagai manusia dan hidup dalam kurun sejarah manusia. Dan bagaimanakah Ia menjalani hidup-Nya?
Ia bukan Farisi dan bukan Saduki!!
Sebelum Yesus tampil dalam sejarah umat manusia, tidak pernah ada citra akurat dari Allah. Citra Allah dirusak oleh legalisme kaum Farisi. Nilai sifat-Nya yang agung menjadi samar oleh filosofi kompromistis kaum Saduki. Anda mungkin berpikir, "sungguh menyedihkan nasib orang-orang yang berada dalam kungkungan agama seperti itu". Maaf, aku harus berkata bahwa banyak orang Kristen di masa kini juga sama seperti itu.
Tubuh Kristus dilanda wabah ekstrim. Kadang orang Kristen yang baru saja keluar dari gaya hidup bergelimang dosa cenderung keras seperti kaum Farisi. Atau orang-orang muda yang datang kepada Kristus, yakni mereka yang berasal dan tumbuh dalam rumah tangga Kristen yang keras dan legalistik akan cenderung mirip kaum Saduki. Mereka berkata, "Tenangkah. Marilah lepas dari pergumulan dan para fundamentalis, lalu kita dapat sepenuhnya menikmati hidup di dunia ini."
Farisi dan Saduki adalah dua ekstrim yang saling berlawanan. Jadi mungkinkah kita membenci dosa tapi tidak berkompromi seperti orang Saduki? Ya! Pasti bisa, karena Kristus memang demikian. Ia benci dosa, namun mementingkan serta mengutamakan kasih dan belas kasihan. Ia tidak pernah berkompromi. Ia tidak pernah menjadi Farisi. Ia tidak pernah menjadi Saduki. Ia adalah Citra yang benar dari sifat Allah.
Seringkali kita menafsirkan sifat Allah berdasarkan apa yang kita pikirkan, atau berdasarkan pengalaman kita. Namun berikut ini aku menuliskan prinsip sederhana yang perlu kita ingat: Jangan pernah menafsirkan Allah berdasarkan keadaan. Tafsirkan selalu keadaan dalam terang dari apa yang anda tahu sebagai sifat Allah yang tidak berubah.
Marilah kita menyimak Matius 9:9-13, "Setelah Yesus pergi dari situ, Ia melihat seorang bernama Matius duduk di rumah cukai, lalu Ia berkata kepadanya, "Ikutlah Aku". Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia. Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang-orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya.
"Pada waktu orang-orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus, "Mengapa gurumu makan bersama-sama pemungut cukai dan orang-orang berdosa?"
Yesus mendengarnya dan berkata: Bukan orang-orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa."
Di sini Kristus melakukan hal yang amat tidak lumrah. Pertama, Ia memanggil Matius, seorang pemungut cukai (pajak) yang dibenci masyarakat, untuk menjadi murid-Nya. Bukan hanya itu, Ia berkunjung ke rumahnya dan makan bersama di rumahnya!
Bayangkanlah Yesus, Yang Mahakudus dalam tubuh manusiawi, makan bersama pemungut cukai dan orang berdosa. Di zaman ini hal itu sama dengan Yesus makan bersama pengedar obat bius dan mucikari. Namun Yesus menyandang reputasi seperti ini demi menjadi teman pendosa-pendosa ini, dan Alkitab menuliskan bahwa mereka datang untuk makan bersama dengan Dia. Ia tidak perlu membujuk mereka untuk datang. Merekalah yang senang berdekatan akrab dengan-Nya.
Di zaman ini bila anda pergi berkeliling di jalan-jalan di kota mana saja dan bertanya kepada orang-orang yang tidak percaya mengenai apa yang mereka pikir tentang kekristenan dan orang-orang Kristen, maka anda akan mendapatkan jawaban seperti ini, "Mereka orang yang membenarkan diri dan legalistis. Mereka saling memukul dari belakang." Tetapi Yesus tidak demikian. Itu sebabnya orang-orang berdosa datang dekat dengan-Nya! Yesus adalah segala yang diklaim oleh orang Farisi sebagai keberadaan diri mereka namun orang-orang berdosa senang dekat dengan-Nya.
Apakah orang berdosa senang dekat dengan kita? Mudah untuk meraih cinta di gereja, namun dapatkah kita duduk semeja dengan pengedar obat bius dan mucikari? Benar-benar amanat yang berat, namun begitulah Yesus. Dan keharuman Kristus melanda hati mereka serta mengatasi bau busuk dosa.
Yesus mutlak membenci dosa, namun bukankah mengherankan bahwa Ia santai dalam kehadiran orang-orang berdosa? Benar-benar hampir tidak mungkin kita bayangkan! "Norma" Kristen yang membuat kita menarik diri dari dunia secara total amatlah sering terjadi karena alasan takut kita akan lemah, terpengaruh dan kalah. Kita mengulangi tingkah laku seperti ini terus-menerus dalam sejarah gereja sampai pada titik di mana orang percaya menarik diri dari bergaul dengan dunia agar bebas dari noda dunia ini. Cukup aneh bahwa Yesus Kristus (yang kini tinggal dalam anda!) tidak pernah berbuat demikian!
Tanggapan Yesus terhadap kemanusiaan adalah untuk memperlihatkan belas kasihan. Dalam Injil, segala yang dikerjakan-Nya haruslah demi memperlihatkan Bapa (Yohanes 14:9) dan demi melayani kebutuhan umat manusia. Hal ini "dipotret" dalam Yohanes 13:3-15 ketika Yesus membasuh kaki para murid-Nya menjelang Perjamuan Paskah terakhir. Para murid melewati saat sulit untuk memahami maksud Yesus ketika Ia melepas jubah, memasang handuk di pinggang, mengisi baskom dengan air, berlutut dan mulai membasuh kaki mereka.
Anda mungkin sulit merasakan ketegangan suasana emosi dari peristiwa ini. Anda seharusnya melihat mata para hadirin ketika aku berkhotbah tentang bagian ayat ini di Thailand. Dalam budaya Timur kaki dianggap bagian yang paling hina dari tubuh, paling kotor, dan jarang disebut-sebut. Anda memperoleh gambaran? Bisa mengerti maksudku?
Di ruang atas itu Ia berdiri menanggalkan jubah, mengisi air ke baskom, berlutut dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya. Inilah Yesus. Ya, Dia yang berjalan di atas permukaan air, membangkitkan orang mati, menyembuhkan orang buta, melipatgandakan bekal seorang anak lelaki untuk memberi makan 5000 orang. Dia adalah Mesias kekal yang akan memerintah alam semesta selamanya! Bagaimana mungkin Ia melakukan hal semacam ini?
Petrus tidak mengijinkan Yesus menyentuh kakinya karena dalam budaya mereka, orang yang menyentuh kaki orang lain hanyalah budak. Dengan membasuh kaki, Yesus mengajar tentang bagaimana menjadi hamba dan kehilangan reputasi secara total. Ia bahkan sepenuhnya mengidentifikasi diri-Nya sebagai masyarakat sosial terendah!
Yesus berlutut dan dengan tangan-Nya Ia memegang bagian tubuh yang paling kotor dan hina, lalu Ia membasuhnya sampai bersih. Banyak orang mungkin berpikir, "Hei Orang Suci, janganlah menyentuh kaki orang lain. Akibatnya nanti siapa yang akan berpikir Engkau adalah Anak Allah!"
Yesus tahu bahwa Ia sedang menggoncang konsep mapan mereka tentang kesucian, namun dengan cara sederhana Ia sekaligus memberi teladan belas kasihan dalam rangka memenuhi kebutuhan kemanusiaan. Jika kita tidak memenuhi kebutuhan umat manusia, siapakah yang akan peduli terhadap adanya kekristenan? Siapa yang peduli sekalipun ada gereja di tiap ujung jalan? Yesus sendiri mengingatkan kita dalam Matius 9:13, "Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan..." Apakah anda benar-benar paham maksud perkataan-Nya ini? Mengapa banyak sekali dari kita masih saja berkonsentrasi pada bagaimana "mempromosikan" kekristenan, dan bagaimana agar kerohanian kita setinggi mungkin, bahkan bila hal itu sama sekali tidak berkaitan dengan belas kasihan dan perhatian atas kebutuhan sesama?
Yesus selalu berbelaskasihan dan selalu kudus. Namun mengapa Ia dapat duduk semeja dengan para pemungut cukai tanpa takut mengkompromikan kekudusan-Nya? Bagaimana Ia dapat duduk santai di antara orang berdosa tanpa rusak oleh pengaruhnya?
Yesus dapat duduk di antara orang-orang berdosa, membenci dosa mereka namun sebagai manusia, Ia tidak terancam oleh mereka. Ia dapat berbelaskasihan atas mereka tanpa mengkompromikan kebenaran karena Ia aman! Keamanan-Nya diperoleh dari tiga hal yang Ia tahu tentang diri-Nya.
1.Yesus tahu Ia datang dari Bapa, dan identitas-Nya di dalam Bapa.
Ia berkata, "Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; Sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak" (Yohanes 5:19). Jika identitas anda di dalam hal lain selain Bapa, maka anda tidak akan merasa aman. Jika identitas anda di dalam lembaga pelayanan, gereja, pekerjaan, kemampuan dan bakat anda, atau bahkan dalam doktrin anda, maka anda pasti akan merasa terancam. Apakah bagi Yesus doktrin merupakan hal yang perlu diperhatikan? Ya, tentu saja! Tetapi ada satu hal: Ia beda dengan "pembunuh demi membela doktrin" yang disebut Farisi. Yesus percaya pada ayat-ayat suci Alkitab yang sama dengan mereka, namun dengan satu perbedaan nyata: Orang Farisi dan Saduki tahu tentang Allah, tetapi Yesus mengenal Allah Bapa. Ia tidak gentar atau terancam oleh pemikiran kehilangan sesuatu di bumi ini, karena keamanan-Nya berasal dari pengetahuan bahwa Ia sendiri ada di dalam Bapa.
2.Yesus tahu bahwa Ia akan kembali kepada Bapa
Ia dimotivasi oleh nilai-nilai kekal. Apa yang penting dipandang dari kekekalan? Berusahalah menjalani kehidupan anda dengan mengingat hal ini dalam pikiran anda selalu. Hal yang terasa amat besar dan bermakna bagi kita sekarang rupanya tidak akan sebesar 10 juta tahun. 10 juta tahun mendatang kita akan amat malu karena teramat banyak hal sepele kita ijinkan meruntuhkan damai sejahtera kita! Padahal 10 juta tahun amatlah kecil dibandingkan dengan kekekalan.
3.Yesus tahu bahwa Bapa telah menyerahkan segala sesuatu ke dalam tangan-Nya.
Ia berada di bumi untuk mati disalibkan demi menyelamatkan umat manusia dari hukuman kekal. Ia tidak pernah mengijinkan pemikiran ini teralih dari-Nya. Ia memiliki tujuan dan sikap.
Saudaraku, kapan kita yakin bahwa Allah telah memberi kita tujuan hidup yang luar biasa di bumi? Kita adalah umat Allah yang menerima amanat sebagai garam dan terang dunia. Kita adalah umat yang dipilih-Nya untuk berdoa agar kerajaan-Nya terwujud di bumi seperti di sorga. Kita adalah umat Allah, dan kita akan mendapatkan keamanan dari fakta bahwa kita adalah utusan Allah.
Dalam 2 Korintus 1:3 dikatakan, "Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan." Ia bukan hanya Allah, tetapi Ia juga Bapa, ya... Bapa sumber segala penghiburan. Allah bukan hanya menyelamatkan kita. Allah bukan hanya bersabda kepada kita... namun Ia menghibur kita.
Roh dan emosi kita memerlukan penghiburan Allah setiap hari. Jika tidak menerima penghiburan dari Allah Bapa maka kita akan mencari penghiburan palsu. Kegemaran yang kedagingan adalah bentuk sederhana dari penghiburan palsu. Disiplin diri boleh jadi berhasil membuat anda melepaskan dua atau tiga macam kebiasaan buruk, namun bila anda tidak mengenal penghiburan Bapa, maka kegemaran anda akan meledak di sisi yang lain. Kita tahu bahwa merokok, minuman keras dan seks haram merupakan penghiburan palsu, namun sadarkah anda bahwa gosip dan kritik juga termasuk kategori sejenis?
Pernahkah anda mengamati betapa leganya perasaan anda setelah melepaskan kemarahan atas seseorang? Anda berpikir, "Ya, paling sedikit aku sudah melegakan diri. Sekarang aku merasa lebih enak." Begitulah penghiburan palsu yang dijalani orang Farisi. Mereka terhibur oleh amarah yang membenarkan diri. Saudaraku, bila anda tidak dihibur oleh Bapa dalam kehidupan emosi anda, dan bila kekristenan anda "sekadar percaya", maka anda dalam bahaya menjadi Parisi atau Saduki.
Jika anda tidak hidup dalam penghiburan Tuhan, kujamin anda akan mencari penghiburan dari sumber lain. Bila anda keras, yakni seperti Farisi yang "membunuh demi membela Firman", maka padang gurun hati anda yang tanpa penghiburan itu hanya akan meniupkan debu dari mulut anda. Pernahkah anda mendengar orang berkata seperti ini, "Bagaimana mungkin seorang hamba Allah yang demikian mengabdi kepada Tuhan, dapat mencaci orang lain seperti itu?"
Saudaraku, bagiku hal itu sama sekali bukan misteri! Mereka yang kehidupan emosinya adalah padang gurun selalu akan memperlihatkan kekerasan atau kompromi. Begitulah individu yang tidak hidup dalam penghiburan sejati, yang meskipun di luar tampak saleh, namun tidak memiliki persekutuan sejati dengan Bapa. Yesus menyebut orang Farisi "Seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran" (Matius 23:27).
Satu-satunya cara agar menjadi seperti Kristus dan agar Yesus yang sejati dalam anda bersinar adalah mengijinkan Bapa menghibur hati anda di setiap segi kehidupan anda. Ketika anda menemukan diri anda berlaku keras dan tidak kasih, atau ketika anda merasa dicobai untuk kompromi, saat itulah anda perlu memandang Allah dan berseru, "Bapa, aku perlu penghiburan-Mu di sini dan saat ini juga!"
Tidak pernah kekristenan bermakna lain kecuali satu hal ini: bergantung kepada Tuhan Yesus Kristus setiap hari. Kekristenan tidak dirancang untuk memompa otot rohani anda sehingga anda kuat dan tidak ada yang dapat membuat anda bimbang lagi. Yang demikian adalah keangkuhan! Menjadi kuat dalam Tuhan maknanya amat sederhana, "Aku bergantung kepada-Mu, Tuhan, dan aku perlu penghiburan-Mu sekarang juga."
Namun kupikir yang sebenarnya kita inginkan adalah menjadi kuat di dalam Tuhan dan dipenuhi oleh Firman-Nya sedemikian sehingga kita tidak memerlukan Tuhan lagi. Bukankah demikian? Renungkanlah! Kita ingin sedemikian kuat dalam Tuhan sehingga kita menjadi atlet rohani yang mampu melompati gedung gerjea yang satu ke puncak gedung gereja yang lain dalam satu kali lompatan!
Ijinkah aku mengungkapkan kebenarannya: Hal itu tidak akan pernah terjadi. Yang sebenarnya Allah inginkan adalah kita menjadi anak-anak yang berkata, "Bapa, saat ini aku dalam situasi yang tegang. Aku perlu penghiburan-Mu agar dapat bertahan, kalau tidak aku tidak akan bisa mendapatkan penghiburan lain."
Ini bukan kelemahan, tetapi ketergantungan kepada Allah! Yesus adalah teladan dari pribadi yang sepenuhnya bersandar kepada penghiburan Bapa.
Apakah Yesus yang Sejati Tampil dalam Kehidupan Anda?
Hampir semua orang Kristen tidak pernah memperlihatkan siapa Yesus sebenarnya kepada dunia ini sebagai pribadi yang murni dan kudus yang demikian aman dalam Bapa dan demikian dimotivasi oleh kasih sehingga Ia tidak takut untuk makan semeja dengan orang berdosa. Sebagai ganti jubah Farisi yang kasar dan Saduki yang kompromi yang menampilkan makna palsu yang menyesatkan orang yang melihat kita, dan jubah seperti ini harus kita tanggalkan, maka kita seharusnya mengijinkan Kristus yang hidup bersinar dalam kehidupan kita sehari-hari. Aku ingat ketika pertama kali menonton film "Ben Hur". Yesus bukanlah bagian yang menonjol dan bukan tokoh dalam kisah ini, dan anda tidak akan benar-benar melihat Dia difokus dengan jelas di layar perak. Namun setiap kali kamera menfokus satu karakter ini, maka dengan melihat raut wajah orang-orang yang berkerumun mengelilingi-Nya atau memandang-Nya, maka anda tahu bahwa Anak Allah baru saja hadir. Percayalah, bila kasih dan kebenaran Allah tampak dalam diri seseorang maka setiap orang akan menyadarinya. Ini merupakan saat yang tidak dapat dilupakan. Bagaimana raut muka orang berdosa ketika mereka bergaul dengan kita? Apakah kita mencerminkan keangkuhan rohani, kompromi yang duniawi ataukah kita mencerminkan kasih Kristus yang tanpa syarat? Kita perlu melemparkan jubah keangkuhan yang merupakan ciri khas kaum Farisi. Lepaskan juga jubah identitas kompromi Saduki. Mintalah Tuhan memberi anda keberanian untuk menanggalkan jerat-jerat ini dan berlututlah membasuh kaki orang-orang berdosa. Saudaraku, saat ini anda belum terlambat. Mari tetapkan hati untuk menjadi seperti Yesus***
Sumber:
Sherman, Dean. 1991. "Pharisees, Sadducees, or Jesus". Lindale, Texas, USA: Last Days Ministries. Kode LD#126.
saya hanya seorang hamba yang tidak tau apa yang harus saya lakukan seperti yang di inginkan oleh Tuhan